Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Solilokui Film Pendek "Wei", Ketika Bak Kut Teh Berganti Opor Ayam dan Ketupat

31 Mei 2024   04:25 Diperbarui: 31 Mei 2024   16:50 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film pendek Wei (tangkapan layar YouTube/Viddsee)

Film pendek "Wei" menghuni daftar film untuk saya tonton pada momentum Imlek 2024. Namun, disebabkan kesibukan lain dengan urutan prioritas lebih atas darinya, tak saya sentuh. Lalu, terabaikan begitu saja.

Berbicara tentang daftar film pendek dan daftar tontonan tersebut, saya memang gemar menonton film-film pendek yang tidak sulit dijumpai di platform YouTube. Sekalipun berstatus gratis, film-film pendek di sini banyak yang perlu dipertanyakan dari sisi kualitas.

Hingga tiba saat KOMiK_Kompasiana, komunitas penulis dan pencinta film kompasianacom, membuat event "Ulas Film Pendek" (Mei, 2024). Saya pun tergerak menjemput kembali file berisi judul film-film pendek tersebut.

"Wei" sebagai Film Kuliner

Film pendek "Wei" menghampiri penonton dengan panorama yang menggetarkan. Sebuah bangunan menghadang mata. Tampangnya lusuh, menebar kesan suram. Pagar besi yang rapat menambah kesan muram.

Jika tak ada papan nama khas Tiongkok yang pampang, kita seolah diajak masuk ke dalam cerita seram dan gelap (dark). Sekalipun informasi yang lekat di papan itu memberi tahu bahwa itu sebuah rumah makan, keyakinan setebal apa pun akan goyah diterpa tulisan "DISEWAKAN".

Beberapa saat, seorang lelaki dengan jalan agak sempoyongan karena usia memasukinya. Ia membawa sesuatu di dalam tas kresek. Berikutnya, kita diperdengarkan suara parang dan kamera memperlihat iga yang sedang dipotong.

Aktivitas lelaki itu, menjawab apa yang tercantum di plang nama yang menyebutkan jenis masakan bak kut teh dan menyandang identitas sang pemilik resto, atau tepatnya rumah makan, bernama Li Zi Hao.

Kita pun segera diajak menyalakan api di tungku masak berbahan kayu bakar, serta proses memasak lamban (slow cooking) yang memadukan ragam rempah dan iga. Selebihnya, sebelum rumah makan itu dibuka, kita diperlihatkan pada patkwa dan laku sembahyang lelaki tersebut.

Adegan dalam film pendek Wei (tangkapan layar YouTube/Viddsee)
Adegan dalam film pendek Wei (tangkapan layar YouTube/Viddsee)

Sekilas Bak Kut Teh

Film pendek "Wei" besutan sutradara dan penulis skenario Samuel Rustandi ini berbasis kisah tentang keluarga Tionghoa bernama Li Zi Hao. Mata pencarian adalah berjualan menu bak kut teh di warung makannya.

Bak kut teh yang secara harfiah berarti "teh tulang daging", adalah sejenis masakan hasil olahan kaum peranakan Tionghoa. Belum lama berselang, bak kut teh menjadi perbincangan hangat disebabkan kontroversi klaim kepemilikan menu tersebut.

Menurut pemberitaan Tempo.co (6/3/2024), negara Malaysia melalui Komisaris warisan Mohamad Muda Bahadin, pada 24 Februari 2024 menetapkan bak kut teh sebagai salah satu hidangan warisan nasional.

Kontroversi terjadi pada dua sisi, yakni pada bahan masakan yang mengolah (iga) babi dan bersinggungan dengan negara Singapura di mana hidangan ini banyak ditemui. Sementara di Indonesia, bak kut teh pun menjadi menu klasik.

Lebih jauh mengenai kontroversi internal di negara Malaysia, bagi yang tertarik meniliknya lebih dalam, bisa membacanya melalui tautan sumber di bagian akhir tulisan ini. Namun, ada yang lebih menarik untuk diketahui mengenai hidangan ini.

Detik.com dalam pemberitaan (27/2/2024) yang mengutip Weird Kaya mengenai kontroversi bak kut teh, menyisipkan kisah bahwa hidangan tersebut telah lama menjadi makanan favorit masyarakat Tionghoa di Malaysia.

Bak kut teh diyakini berasal dari komunitas Hokkien di Port Klang sejak awal abad ke-19. Di sana, bak kut teh menjadi makanan bergizi yang dikonsumsi oleh kalangan buruh dan kuli pelabuhan.

Dalam konteks waktu saat itu dan kalangan yang menghidupinya, bak kut teh dioleh dari sisa-sisa dari bagian daging babi, dalam hal ini tertama tulang iga. Agar memberi manfaat optimal, ia diracik dengan rempah yang diyakini sebagai tonik penambah stamina.

Bak Kut Teh dan Opor Ayam

Film pendek "Wei" produksi Institut Kesenian Jakarta, Fakultas Film dan Televisi (2016) ini bisa ditonton melalui platform YouTube akun Viddsee, yang tayang sejak 18 Juli 2019.

Para pemeran utama yang berlibat film pendek yang minim dialog ini adalah Hengki Solaiman (Li), Dayu Wijanto (Mei), Franky Chandra (Aan), dan Marlinda Liang sebagai istri Li.

Cerita utama film dengan durasi 21 menit ini mengisahkan keluarga Tionghoa yang putrinya (Mei) memilih mualaf dan menikah dengan lelaki muslim. Rentang kisah yang dihadirkan, bertepatan dengan bulan ramadan.

Mei dengan rajin mengantar rantang makan buat ayahnya (Li). Namun, dengan kekerasan hati sang ayah tak pernah mau menyentuh rantang makan tersebut. Ia rela makan dengan lauk seadanya.

Dikisahkan pula bahwa Li adalah lelaki dengan spiritualitas tinggi rajin beribadah sesuai dengan keyakinannya (Konghucu). Bahkan, pria ini sangat mencintai alm istrinya melalui laku sembahyang.

Seiring "perang dingin" ayah dan putrinya ini, kisah tentang eksistensi warung makan bak kut teh ini pun menuju jalan akhir. Kita diberi tahu bahwa usai ramadan adalah awal bagi tutupnya warung makan bak kut teh ini.

Film ini pun diakhiri dengan narasi yang saya sebut sebagai berakhirnya masa eksis bak kut teh beralih menjadi opor ayam dan ketupat yang dibikin oleh Li dan diterima oleh Mei di rumahnya pada momentum Idulfitri.

Salah satu adegan dalam film pendek Wei (tangkapan layar YouTube/Viddsee)
Salah satu adegan dalam film pendek Wei (tangkapan layar YouTube/Viddsee)

Film Toleransi

Film pendek "Wei" diterima oleh kalangan penonton sebagai film indah tentang toleransi beragama, antara lain dibahas oleh Dela Aufa Rifaqi dan Vani Dias Adiprabowo dari Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Keduanya membedah film pendek ini dalam lingkup judul The Culture of Tolerance in the Short Film "Wei" yang dimuat dalam Jurnal Kajian Seni Volume 10, No. 02, April 2024: 116-125.

Sementara itu, saya menemukan Kompas.com (24/11/2014) yang menayangkan tulisan menggunakan judul Majelis Tinggi Khonghucu: Perbedaan Agama Tak Jadi Penghalang Perkawinan.

Pada tulisan tersebut disebutkan bahwa Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) memberikan pandangan tersebut terkait dengan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Meskipun tidak secara langsung menyatakan setuju atau tidak terhadap gugatan tersebut, dalam keterangannya, Matakin tidak mempersoalkan perkawinan beda agama. Demikian ungkap Kompas.com dalam pemberitaan tersebut.

Menurut Wakil Ketua Umum Matakin Uung Sendana dalam sidang pleno di Mahkamah Konstitusi, perbedaan paham, golongan, bangsa, budaya, etnis, politik, maupun agama, tidak menjadi penghalang dilangsungkannya perkawinan.

Mengenai hal ini, saya ingin mengakhiri solilokui ini berdasarkan apa yang saya alami di kala remaja. Ketakutan terbesar penganut Konghucu bukanlah pada titik berat mengenai perbedaan keyakinan, melainkan konsekuensinya di alam baka.

Orangtua saya tidak pernah melarang, bahkan mendorong, kala saya untuk pertama kalinya ke gereja. Mereka berharap melalui ajaran yang baik, kelak saya akan menjadi anak yang baik. Namun, kisahnya agak berbeda saat saya mengutarakan keinginan untuk menganut agama Kristen.

"Terus, ketika kami meninggal, tidak ada lagi yang akan datang ke makam dan menyembahyangi kami? Terus, kita tidak akan bertemu lagi di alam baka?" demikan parafrasa dari saya. Melalui jawaban ini saya pun mengerti, itulah kecemasan mereka yang sesungguhnya.

Kembali ke "Wei", secara keseluruhan film pendek ini digarap dengan sangat baik. Layak ditonton kapan saja, sekalipun Anda merasa "golden moment" film ini sudah berlalu oleh sebab tahun pembuatannya.

Namun, percayalah, berlaku sebagaimana halnya buku. Buku baru adalah buku yang belum pernah dibaca. Maka, selaras itu, film baru tentu adalah film yang belum pernah kita tonton. Selamat menikmatinya. (*)


Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun