Dikisahkan pula bahwa Li adalah lelaki dengan spiritualitas tinggi rajin beribadah sesuai dengan keyakinannya (Konghucu). Bahkan, pria ini sangat mencintai alm istrinya melalui laku sembahyang.
Seiring "perang dingin" ayah dan putrinya ini, kisah tentang eksistensi warung makan bak kut teh ini pun menuju jalan akhir. Kita diberi tahu bahwa usai ramadan adalah awal bagi tutupnya warung makan bak kut teh ini.
Film ini pun diakhiri dengan narasi yang saya sebut sebagai berakhirnya masa eksis bak kut teh beralih menjadi opor ayam dan ketupat yang dibikin oleh Li dan diterima oleh Mei di rumahnya pada momentum Idulfitri.
Film Toleransi
Film pendek "Wei" diterima oleh kalangan penonton sebagai film indah tentang toleransi beragama, antara lain dibahas oleh Dela Aufa Rifaqi dan Vani Dias Adiprabowo dari Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Keduanya membedah film pendek ini dalam lingkup judul The Culture of Tolerance in the Short Film "Wei" yang dimuat dalam Jurnal Kajian Seni Volume 10, No. 02, April 2024: 116-125.
Sementara itu, saya menemukan Kompas.com (24/11/2014) yang menayangkan tulisan menggunakan judul Majelis Tinggi Khonghucu: Perbedaan Agama Tak Jadi Penghalang Perkawinan.
Pada tulisan tersebut disebutkan bahwa Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) memberikan pandangan tersebut terkait dengan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Meskipun tidak secara langsung menyatakan setuju atau tidak terhadap gugatan tersebut, dalam keterangannya, Matakin tidak mempersoalkan perkawinan beda agama. Demikian ungkap Kompas.com dalam pemberitaan tersebut.
Menurut Wakil Ketua Umum Matakin Uung Sendana dalam sidang pleno di Mahkamah Konstitusi, perbedaan paham, golongan, bangsa, budaya, etnis, politik, maupun agama, tidak menjadi penghalang dilangsungkannya perkawinan.
Mengenai hal ini, saya ingin mengakhiri solilokui ini berdasarkan apa yang saya alami di kala remaja. Ketakutan terbesar penganut Konghucu bukanlah pada titik berat mengenai perbedaan keyakinan, melainkan konsekuensinya di alam baka.