Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Gudeg dan Yogyakarta dalam Sepiring Kisah

30 November 2023   05:07 Diperbarui: 30 November 2023   19:08 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gori (nangka muda) (Foto: Dokpri)

Jika ditakar dengan daya tahan lidah kamu terhadap kepedasan cabe, kamu juga bisa menikmati Gudeg mercon. Kata "mercon" di sini adalah personalisasi dari cabe rawit. Bayangkan, kalau Gudeg biasa saja kerap disusupi biji cabe, gimana terbakarnya lidah unyu bisa diserbu "mercon".

Nah, sekarang kita ngobrolin jam buka para penjual Gudeg. Sebagian penjual Gudeg telah siap kamu beli ketika hari masih pagi sekali. Mereka menjual sepagi itu demi agar kamu bisa sarapan ketika harus ke sekolah, kuliah, atau kantor.

Sementara itu, sebagian penjual Gudeg lagi, baru memulai usahanya ketika rembang petang telah sempurna. Ini sih pastinya didedikasikan buat kamu makan malam. Next, ada juga Gudeg yang baru tersedia buat kamu beli saat malam telah larut.

Oya, jika kamu sudah pernah menyantap Gudeg di Jogja, saya patut menduga bahwa yang kamu makan adalah Gudeg yang biasa. Sangat jarang wisatawan secara sengaja mencari Gudeg Manggar.

Gudeg biasa yang saya sebut itu adalah Gudeg dengan pilihan toping semacam Gori (nangka muda), krecek, telur, tahu, dan tempe. Kalau Gudeg Manggar, lain lagi. Keunikannya ada pada Manggar (bunga kelapa muda).

Krecek Gudeg (Fot: Dokpri)
Krecek Gudeg (Fot: Dokpri)

Gudeg bukanlah kisah singkat 

Murdijati Gardjito dengan status sebagai Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, menyampaikan kisah ini. Usai Perjanjian Giyanti pada 1755, tuturnya, Sultan Hamengku Buwono I memerintahkan pembukaan Hutan Bering.

Pada saat "babat alas" hutan itu, ditemukan pohon nangka dalam jumlah banyak. Nangka-nangka muda itu lalu dimasak oleh para prajurit Keraton Yogyakarta, menjadi Gori yang sangat khas sebagai bagian tak terpisahkan dari Gudeg.

"Karena banyak sekali kebutuhannya, memasaknya itu dengan kuali yang besar sekali sehingga mengaduknya seperti mendayung kapal. Pekerjaan seperti mendayung itu disebut hangudeg. Jadi, nama gudeg itu berasal dari hangudeg," jelas Murdijati saat diwawancara jurnalis harian Kompas untuk tulisan Kisah Gudeg Yogyakarta, dari Alas Mentaok ke Wijilan.

Setelah itu, dalam perjalanan waktu yang panjang, Gudeg semakin dikenal luas. Hingga hari ini, Gudeg menjadi santapan khas dan ikon dari Yogyakarta. Para wisatawan menjadikannya sebagai santapan eksotik dan dijadikan oleh-oleh untuk dibawa pulang.

Telur dan Tahu Gudeg (Foto: Dokpri)
Telur dan Tahu Gudeg (Foto: Dokpri)

Gudeg dan pembuatannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun