Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Berbagi Kisah dari Loket Reservasi Kereta Api

14 Oktober 2014   13:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:06 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

14132163891226743552
14132163891226743552

1413216429291583383
1413216429291583383

Jika di tambah AC di dekat tiga petugas loket, maka total ada 4 buah AC yang beroperasi. Tapi mereka tak berdaya, sehingga pintu harus dibuka agar angin ikut bekerja sama mengantarkan adem. Saya mendekat ke dua AC terdekat, dan apa yang saya peroleh? Hanya terasa angin yang agak sejuk menerpa kulit wajah saya.

Dulu di sini lebih pengap, tapi mungkin saja disebabkan oleh jubelan orang-orang yang tumplek-blek di ruangan ini. Kini saya bisa menyebutnya "lengang". Tak ada lagi papan petunjuk proses atau alur untuk pembelian tiket, itu sudah digantikan oleh petunjuk dalam ukuran lebih kecil dan dipasang di dekat TV:

14132164781443487650
14132164781443487650

14132165171021223172
14132165171021223172

Di bawahnya, pada sebuah meja, diletakkan mesin pencetak nomor antrean. Mesin yang tampaknya sama dengan mesin yang pernah saya lihat dahulu. Namun kini ia seorang diri. Tidak ada lagi satpam menjaganya. Orang-orang swalayan memencetnya. Dan di sampingnya diletakkan formulir-formulir pemesanan untuk diisi oleh calon penumpang.

1413216557318843215
1413216557318843215

Di depannya, konter sayap kiri, tak ada petugas yang melayani calon penumpang. Dulu di sini jadi loket 4, 5, dan 6. Kini, hanya ada sepi:

1413216593121223672
1413216593121223672

Yup, tidak mengherankan juga. Meskipun ruangan reservasi ini tidak berjubel seperti dulu, antrean tetap panjang karena jumlah loket berkurang separuh. Tampaknya memang secara perlahan namun pasti layanan penjualan tiket langsung ini tidak akan menjadi prioritas lagi. Ini kesimpulan saya pribadi, sebab saat mengedarkan pandangan ke sekeliling saya menjumpai 3 banner ajakan untuk membeli tiket secara online dengan iming-iming tidak akan lelah mengantre:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun