Lelaki pemulung itu membedah isi kepalanya
Lalu di tata
berjajar di atas meja bertuliskan asa
Marjinal atau termarjinalkan
Derita tak rindu pulang
Singgah saja berlama-lama di gelung riang milikmuÂ
Kadang kau pulang dengan kosong tatapanÂ
Simpuh di kaki ratapan anakmu
Selepas mengais ilusiÂ
Di tanah-tanah merah negeriku
Pagi berkawan lapar
Siang melanggar janji untuk makan
Sedang tangisannya nyaringÂ
Kuping-kuping liar mendengar
Dari dalam bilik mewah, tulilah ia
Kau dengar daun-daun berbisik
Milik siapa dunia seisinya?
Mengapa hanya perutmu yang tak terisi?
Siang berjalan di sesaknya hati saat malam meronce kalimat dari mulutmu yang komat-kamit rapal harapan
Akankah aku mati, pikirmu
Seperti ayam-ayam teriak mati dalam kandang
Burung-burung yang tercekik di sangkarnya sendiri
Bumi berguncang luka saat kau duduki tanahnya dengan meraung-raung tangisan
Namun musim segera beranjak
Lelaki pemulung yang murung
Berjalan bawa musim di karung miliknya
Kediri, 5 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H