Mohon tunggu...
khotimahr
khotimahr Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UNJANI

i am a 3rd semester student in the field of government science at University Jenderal Achmad Yani . During college I actively participated in organizations and was responsible for events division. Regarding study program I am currently undertaking, I am interested in learning to analyze organizational and leadership problems and i have the ability to be sensitive to political issues by applying good communication

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengaruh Pembangunan Berkelanjutan IKN terhadap Kesejahteraan dan Hak Masyarakat Adat

26 Januari 2025   18:30 Diperbarui: 26 Januari 2025   18:40 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ide pemindahan ibu kota negara Indonesia bukanlah hal yang baru. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, sudah ada usulan untuk menjadikan Kota Palangkaraya di Kalimantan Tengah sebagai ibu kota. Saat ini, Jakarta, yang merupakan ibu kota negara, tengah menghadapi ancaman terhadap keberlanjutannya setelah pernyataan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2019. Dalam pidatonya, Presiden mengungkapkan bahwa pemerintah sudah mendapatkan persetujuan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terkait pemindahan ibu kota, dan telah melalui kajian dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Presiden berharap pemindahan ibu kota dapat membawa pemerataan pembangunan serta keadilan ekonomi di seluruh pelosok Indonesia, sekaligus memperkenalkan Indonesia ke dunia internasional.

Pada 26 Agustus 2019, Presiden kembali mengumumkan bahwa lokasi ibu kota baru akan berada di Kalimantan Timur, tepatnya di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Wilayah yang dipilih memiliki luas 256.142 hektar, dengan pusat pemerintahan (KIPP) direncanakan akan dibangun di area seluas 6.671 hektar di Kecamatan Sepaku. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan sayembara desain ibu kota pada Oktober 2019. Pada 15 Februari 2022, terbit Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 yang mengatur pemindahan ibu kota negara, yang juga mencakup tahapan pembangunan pertama Ibu Kota Nusantara (IKN) antara tahun 2022 hingga 2024. Nama "Nusantara" dipilih dari lebih 80 opsi yang diajukan, meskipun ada pihak yang menyatakan bahwa penggunaan nama tersebut mencerminkan dominasi budaya Jawa, karena berasal dari kerajaan Majapahit.

Pemindahan ibu kota ke Kalimantan didasari oleh pertimbangan ekologis dan ekonomi. Jakarta dianggap tidak lagi mampu menanggung beban ekologis yang berat, seperti banjir, polusi udara, dan kemacetan yang berdampak pada produktivitas pemerintahan. Pemindahan ini diharapkan menjadi langkah strategis bagi Indonesia untuk menghadapai tantangan masa depan dan mewujudkan cita-cita menjadi salah satu dari lima ekonomi terbesar dunia pada tahun 2045, dengan fokus pada transformasi ekonomi dan pemerataan yang lebih baik di Indonesia, khususnya di bagian timur yang sebelumnya kurang berkembang.

Namun, meskipun rencana besar ini telah diumumkan, protes dan kekhawatiran datang dari berbagai kalangan, terutama masyarakat lokal di Kalimantan Timur, yang mayoritas adalah masyarakat adat. Kekhawatiran ini timbul karena mereka merasa hak-hak mereka tidak dilindungi secara hukum dalam proses pembangunan ini. Tanpa adanya regulasi yang jelas untuk melindungi hak-hak adat, proyek besar ini justru menambah ketidakpastian bagi mereka

Selain itu, pembangunan IKN ini mencakup kawasan yang sebelumnya merupakan hutan lindung, dan penentuan batas wilayah dilakukan tanpa konsultasi dengan masyarakat adat setempat. Pembangunan ibu kota baru ini seharusnya tidak mengabaikan hak-hak dan budaya masyarakat adat, yang harus dilindungi oleh hukum, sesuai dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang mengakui dan menghormati eksistensi masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih relevan dengan perkembangan zaman dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dengan cara mengumpulkan informasi mengenai konsep-konsep, teori-teori, pendapat, atau temuan yang memiliki keterkaitan erat dengan masalah utama. Sumber data yang digunakan meliputi buku, literatur, serta peraturan-peraturan yang mengatur tentang perlindungan masyarakat adat. Setelah seluruh data terkumpul dan melalui proses analisis, pembahasan dilakukan dengan metode deskriptif-analitis menggunakan pendekatan sistematis dan argumentatif. Data yang diperoleh dari studi kepustakaan akan dihubungkan dengan konsep hukum atau proposisi hukum yang relevan, baik yang setara maupun tidak setara dalam peraturan perundang-undangan. Namun, analisis tersebut harus didasarkan pada alasan-alasan yang berlandaskan penalaran hukum, sehingga semakin banyak argumen yang diajukan, semakin mendalam pula penalaran hukum yang terbentuk.

 

Dampak Pemindahan Ibu Kota Negara Terhadap Masyarakat Adat

Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Tengah telah memicu banyak perdebatan dan ketidakpastian di kalangan masyarakat. Banyak alasan yang diajukan untuk mendukung pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke lokasi lain. Menurut data BPS DKI Jakarta, pada tahun 2018, jumlah penduduk Jakarta mencapai 10,46 juta jiwa, dan pada siang hari, jumlah penduduk tersebut bisa meningkat menjadi lebih dari 30 juta jiwa. Pemindahan ibu kota ke Kalimantan tentu akan membawa berbagai konsekuensi. Salah satunya adalah ribuan pegawai pemerintahan yang selama ini menetap di Jakarta, akan berpindah ke ibu kota baru. Pertumbuhan individu, dari masa kecil hingga lanjut usia, dipengaruhi oleh dinamika sosial dan budaya yang ada di lingkungan sekitarnya, serta dari luar wilayah tempat tinggalnya. Berbagai dinamika ini akan membawa perubahan dalam sikap, perilaku, sistem sosial, dan cara hidup masyarakat. Kalimantan Timur dihuni oleh berbagai suku, seperti Suku Bukut, Ohong, Penihing, Punan, Busang, Modang, Basap, dan Ahe, yang memiliki wilayah adat yang khas dan unik, yang perlu dijaga kelestariannya. Keberlanjutan hutan adat dan lingkungan hidup di daerah ini perlu dilindungi sejak awal agar pembangunan ibu kota baru tetap memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal.

Secara hukum, masyarakat adat diakui dan dilindungi dalam konstitusi; namun, dalam praktiknya, hak-hak mereka seringkali diabaikan demi pembangunan. Oleh karena itu, perlakuan terhadap masyarakat adat harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh rasa hormat, agar dapat menegakkan konstitusi yang mengutamakan perlindungan, keadilan, kemanusiaan, keharmonisan, dan keseimbangan antara hukum serta pemerintahan, demi terwujudnya IKN yang tidak merugikan kelompok masyarakat mana pun. Pemerintah yang mengelola IKN harus memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat terpenuhi sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tanpa mengorbankan kemajuan pembangunan IKN itu sendiri. Sebagai contoh, kita dapat melihat penderitaan yang dialami oleh suku asli Amerika akibat pelanggaran hak mereka yang disebabkan oleh upaya modernisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun