3. Pembelajaran Berbasis Teknologi
Association of Education Communication & Technology (AECT, 1994) mengemukakan definisi teknologi instruksional sebagai berikut: “instructional technology is the theory and practice of design, development, utilization, management, and evaluation of process and resources for learning”.
Sejalan dengan pandangan di atas penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran menjadi langkah strategis untuk memperkaya pengalaman belajar siswa, terutama dalam membangun literasi teknologi dan kemampuan komunikasi global. Teknologi digital memungkinkan siswa untuk mengakses sumber belajar yang lebih luas, mulai dari modul interaktif, video pembelajaran, hingga simulasi berbasis augmented reality (AR) dan virtual reality (VR). Dengan teknologi ini, siswa dapat belajar dengan cara yang lebih imersif dan kontekstual, misalnya menjelajahi lingkungan 3D dalam pelajaran geografi atau melakukan eksperimen virtual dalam mata pelajaran sains. Selain itu, integrasi teknologi juga memberikan peluang kepada siswa untuk terhubung dengan pelajar lain di seluruh dunia melalui platform kolaboratif seperti Zoom, Microsoft Teams, atau Google Meet.
Bagaimana tahapannya dalam pembelajaran ?
Dalam implementasinya ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Gunakan Learning Management System (LMS) seperti Google Classroom atau Moodle untuk pembelajaran hybrid.
Penggunaan Learning Management System (LMS) seperti Google Classroom atau Moodle dalam pembelajaran hybrid merupakan langkah strategis untuk mengoptimalkan pengalaman belajar siswa di era digital. LMS ini memungkinkan siswa dan guru untuk tetap terhubung meskipun berada di lokasi yang berbeda, memberikan akses mudah ke materi pembelajaran, tugas, dan umpan balik secara terstruktur. Dengan fitur seperti forum diskusi, penilaian daring, dan pengelolaan materi, LMS menjadi platform yang memfasilitasi interaksi yang lebih fleksibel antara guru dan siswa.
b. Integrasikan teknologi seperti Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) untuk simulasi interaktif, seperti eksplorasi lingkungan 3D dalam pelajaran geografi.
integrasi teknologi canggih seperti Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) dapat membawa pembelajaran ke level yang lebih tinggi. Teknologi ini memungkinkan siswa untuk mengalami simulasi interaktif yang mendalam, seperti menjelajahi lingkungan 3D dalam pelajaran geografi, memahami anatomi tubuh manusia dalam biologi, atau bahkan mensimulasikan peristiwa sejarah dalam pelajaran sejarah. Pengalaman ini tidak hanya membuat pembelajaran lebih menarik, tetapi juga membantu siswa memahami konsep abstrak dengan cara yang lebih konkret dan visual.
c. Manfaatkan alat kolaborasi seperti Google Docs atau Padlet untuk proyek kelompok.
Google Docs, Padlet, atau Trello dapat digunakan untuk mengerjakan proyek kelompok secara bersamaan. Siswa dapat berbagi ide, menyusun rencana, dan bekerja secara real-time di platform yang sama, meskipun berada di lokasi yang berbeda. Hal ini tidak hanya meningkatkan keterampilan kolaborasi, tetapi juga membiasakan siswa dengan cara kerja modern yang mengandalkan teknologi untuk produktivitas. Dengan kombinasi LMS, teknologi interaktif seperti AR/VR, dan alat kolaborasi digital, pembelajaran menjadi lebih inklusif, inovatif, dan sesuai dengan kebutuhan pendidikan abad ke-21.
4. Pembelajaran Kolaboratif Global
Menurut Perkins dalam Martinis Yamin (2011: 25) pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang dilaksanakan peserta didik secara bersama-sama, kemudian memecahkan suatu masalah secara bersama-sama pula dan bukan belajar secara individu, pembelajaran ini menunjukkan akan adanya distribusi kecerdasan antara peserta didik satu kepada peserta didik yang lainnya ataupun sebaliknya selama proses pembelajaran kolaboratif berlangsung.
Menghubungkan siswa dengan pelajar lain di seluruh dunia untuk mengerjakan proyek atau berdiskusi tentang isu global merupakan cara yang efektif untuk memperluas wawasan mereka dan mengembangkan keterampilan komunikasi lintas budaya. Melalui platform kolaboratif internasional seperti ePals, Skype in the Classroom, atau Microsoft Teams, siswa dapat bekerja sama dengan rekan-rekan mereka dari negara berbeda untuk menyelesaikan tugas atau berbagi perspektif tentang isu-isu yang relevan, seperti perubahan iklim, keberlanjutan, atau hak asasi manusia. Proyek-proyek ini memungkinkan siswa untuk tidak hanya memahami pandangan global, tetapi juga mengasah kemampuan mereka dalam berbicara dan mendengarkan dalam konteks multikultural.
Bagaimana tahapannya dalam pembelajaran ?
Dalam implementasinya ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Program pertukaran budaya virtual melalui platform seperti ePals atau Skype in the Classroom.
platform seperti ePals atau Skype in the Classroom menawarkan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan pelajar dari berbagai belahan dunia tanpa harus meninggalkan ruang kelas. Melalui platform ini, siswa dapat terlibat dalam percakapan langsung, bertukar ide, serta membahas topik-topik global, yang memperkaya perspektif mereka tentang budaya dan nilai-nilai yang berbeda. Program ini memungkinkan siswa untuk membangun jaringan internasional dan mempelajari cara-cara berbeda dalam memandang isu-isu sosial, ekonomi, dan politik, yang memperluas wawasan mereka di luar batas-batas lokal. Selain itu, pertukaran budaya virtual ini juga mendorong siswa untuk berlatih keterampilan komunikasi dalam bahasa asing, meningkatkan kemampuan bahasa mereka dalam konteks yang lebih autentik dan kontekstual.
b. Proyek kolaborasi global yang membahas isu seperti perubahan iklim atau keberlanjutan lingkungan.
Mengorganisir proyek kolaborasi global yang membahas isu-isu seperti perubahan iklim, keberlanjutan lingkungan, atau hak asasi manusia. Siswa dapat bekerja sama untuk menyusun laporan, presentasi, atau kampanye yang berfokus pada solusi terhadap masalah global yang mereka pilih. Misalnya, proyek yang mengkaji dampak perubahan iklim di berbagai negara dan bagaimana solusi yang diterapkan di satu negara dapat diterapkan di negara lain. Melalui kolaborasi semacam ini, siswa tidak hanya belajar tentang isu-isu lingkungan yang mendesak tetapi juga mengembangkan keterampilan dalam riset, pemecahan masalah, dan kerja sama internasional.
5. Flipped Classroom (Kelas Terbalik)
Menurut pendapat Susanti & Hamama, (2019: 55) bahwa strategi pembelajaran flipped classroom merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan blended learning. Dimana flipped classroom mengubah kebiasan belajar yang biasa dilaksanakan di kelas menjadi kegiatan pembelajaran di luar kelas (melalui menonton video pembelajaran atau bahan ajar yang diberikan, membuat rangkuman, membuat point penting, serta berdiskusi bersama teman atau membaca sumber yang relevan).
Flipped classroom atau kelas terbalik, menawarkan pendekatan yang mengubah cara tradisional dalam mengakses materi pembelajaran. Dalam model ini, siswa mempelajari materi secara mandiri di rumah melalui video, artikel, atau bahan pembelajaran online yang disediakan oleh guru. Hal ini memungkinkan siswa untuk mempelajari konsep-konsep dasar sebelum datang ke kelas, sehingga mereka dapat datang dengan pemahaman awal yang memungkinkan waktu di kelas digunakan secara lebih efisien.
Bagaimana tahapannya dalam pembelajaran ?
Dalam implementasinya ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Guru menyediakan video, artikel, atau modul interaktif sebagai tugas prabelajar.
sumber belajar seperti video, artikel, atau modul interaktif sebagai tugas prabelajar bagi siswa. Sumber-sumber ini dirancang untuk memperkenalkan konsep-konsep dasar yang akan dipelajari, memungkinkan siswa untuk mempelajari materi dengan kecepatan mereka sendiri sebelum memasuki kelas. Video pembelajaran, misalnya, dapat memberikan penjelasan visual yang memperjelas topik yang sulit dipahami, sementara artikel atau modul interaktif memberikan kesempatan bagi siswa untuk menggali lebih dalam dan menguji pemahaman mereka melalui latihan atau kuis. Tugas prabelajar ini memberikan waktu bagi siswa untuk mencerna materi, mengajukan pertanyaan, dan menyiapkan diri untuk diskusi lebih lanjut di kelas.
b. Sesi kelas diisi dengan diskusi, tanya jawab, dan kerja kelompok untuk memperdalam pemahaman.
Dalam sesi diskusi, siswa dapat berbagi pemahaman mereka tentang materi yang telah dipelajari, mendengarkan perspektif teman-teman mereka, dan mengajukan pertanyaan yang mungkin belum mereka pahami sepenuhnya. Guru berperan sebagai fasilitator dalam diskusi ini, memberikan arahan dan klarifikasi saat diperlukan. Selain itu, kerja kelompok menjadi kesempatan bagi siswa untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam situasi praktis, bekerja sama dalam menyelesaikan masalah atau proyek, serta mengembangkan keterampilan sosial dan kolaboratif.
6. Design Thinking dalam Pembelajaran