Sejenak aku menahan langkah. Pedengaranku seperti menangkap sesuatu. Terdengar suara samar dari ruangan sebelah. Suara yang sepertinya tidak asing. Suara yang dulu pernah kudengar saat cinta masih tumbuh subur antara aku dan Andini. Sebelum aku tertangkap basah berduaan dengan perempuan lain di sebuah hotel.
Aku kembali melangkah. Mengendap-endap menuju kamar Andini. Ya, suara itu semakin jelas terdengar. Sampai aku melihat pintu kamar Andini yang sedikit terbuka, kudengar suara itu semakin jelas, dan kecurigaanku memuncak, aku langsung membuka kamar itu. Dan apa yang terjadi di dalam sana? Andini, istri yang sangat kucintai, sedang berhubungan badan dengan laki-laki lain.
"Woyy bangsat. Keluar!" Teriakku.
Spontan keributan terjadi. Andini dan laki-laki itu terkejut dan langsung berdiri. Persis seperti seorang maling yang ketahuan sang pemilik rumah. Tapi memang benar, sekarang aku sedang kemalingan istri. Entah sejak kapan mereka berada di sini.
Aku naik darah. Emosiku mencapai ubun-ubun. Dan seluruh tubuh ini terasa panas atas apa yang baru saja kulihat. Sungguh, tidak ada yang lebih sakit dan memicu marah kecuali pertunjukkan seks seorang istri dengan laki-laki lain. Mungkin, hal begini juga yang dulu dirasakan oleh Andini.
"Ngapain Mas masih ngatur-ngatur aku? Kita sudah nggak ada hubungan lagi, Mas!" Bentak Andini.
"Tapi kamu masih istriku, Din!"
"Sudah lah, Mas. Simpan basa-basimu itu. Aku sudah terlanjur sakit dengan apa yang sudah kamu lakukan!
"Tapi tidak dengan cara seperti ini juga, Andini," aku menurunkan intonasi suara.
Sedangkan laki-laki itu hanya menatap pertengkaranku dengan Andini. Ia tampak mati langkah dan bingung mau melakukan apa.
"Terserah. Intinya aku minta cerai!" Tegas Andini yang kemudian langsung pergi diikuti laki-laki itu.