Mohon tunggu...
M. Kholilur Rohman
M. Kholilur Rohman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pegiat literasi yang berasal dari Kota Sumenep sekaligus Murabbi Ma'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) UIN Malang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penjual Kisah-Kisah Bahagia

24 Agustus 2024   08:00 Diperbarui: 24 Agustus 2024   08:12 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian Anas bercerita tentang bagaimana indahnya surga di alam akhirat sana. Bahwa setiap permintaan pasti akan terkabul. Bahwa tidak pernah ada kenikmatan dunia yang hampir mirip dengan surga. Jangankan itu, setiap kenikmatan yang ada di surga, tidak pernah terlintas dalam benak siapa pun.

Waktu itu, aku masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya mereka bahas. Sepertinya sudah ada percakapan yang mereka lakukan sebelum aku sampai di sini. Tapi biarlah, aku memilih menikmati alur pembahasan kali ini. Anehnya, Anas sama sekali tidak mengindahkan keberadaanku. Sampai pada sore menjelang malam, aku berhasil mengantongi banyak tawa dari kisah-kisah yang disampaikan Anas. Kisah yang entah ia dari mana.

Besok harinya, selepas pulang kerja, aku sudah berencana untuk kembali menemui Anas. Sudah kusiapkan satu pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab oleh diriku sendiri. Ya, ini masalah keluargaku yang sedang dalam tahap tidak baik-baik saja. Bagaimana tidak, aku dan Andini (istriku) sudah jarang berkomunikasi. Kehidupan rumah tangga hanya sebatas melaksanakan kewajiban. Aku sebagai seorang suami, dan dia sebagai istri. Selebihnya, sudah tidak cinta di antara kami yang sempat berkobar di malam pertama.

Namun sayang, aku tidak menemukan Anas di tempatnya kemarin. Ia menghilang entah ke mana. Kupikir ia akan selalu berada di situ pada waktu yang sama. Ternyata tidak. Dugaanku salah.

Aku mencari pemuda itu ke beberapa sudut Kota. Di mana beragam kesibukan silih berganti tiada henti. Mulai dari kampus-kampus ternama, tempat kesenian, pondok pesantren, sampai pada tempat ibadah dari berbagai agama. Tapi sayang, semua pencarianku nihil. Tidak ada artinya.

***

Jam lima sore, aku sampai di rumah. Dan seperti hari kemarin, rumah dalam keadaan sepi. Andini sering keluar rumah tanpa pamit. Alasannya kalau tidak mencari angin segar, ada rapat di kantor, dan beragam alasan lainnya. Sungguh, waktu itu aku merasa bersalah karena telah mengkhianati cinta tulus Andini. Entah sebesar apa rasa sakit yang ditanggung hati Andini sampai saat ini.

Aku melangkah lesu ke arah sofa. Tidak ada suara sedikit pun. Kecuali desir angin yang kadang menggeser kertas dari atas meja, menerbangkan dedaunan, masuk melalui celah-celah jendela, dan kadang kucing yang datang dan pergi entah dari mana.

Sejenak, aku duduk di ruang tengah. Di sini adalah tempat di mana dulu aku dan Andini banyak bertukar cerita. Banyak melewati masa-masa kebersamaan dengan cinta dan kasih sayang. Sebelum semuanya berubah menjadi sangat sepi. Seperti saat ini.

Setelah beristirahat di sofa ruang tengah, tiba-tiba saja perasaanku tidak enak. Suasana rumah yang sepi, membawaku pada sebuah firasat buruk. Aku pun bangkit. Melihat seluruh sisi rumah. Beberapa lampu ruangan dalam keadaan mati, sebagian yang lain hidup.

Aku berjalan layaknya maling kelas kakap. Pelan dan terukur. Tatapanku terus memantau segala arah dari berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Ruangan pertama yang kumasuki adalah dapur. Setelah lampu dinyalakan, tidak ada yang mencurigakan di sana. Aku langsung menuju ruangan selanjutnya. Kamar mandi. Dan, saat pintu dibuka, lagi-lagi tidak ada apa-apa di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun