Tanpa memperhatikan ocehan Iqbal selanjutnya, Afrizal langsung pergi dengan menggendong tas hitamnya. Tas yang juga sering menjadi bahan olok-olokan teman-temannya karena sudah dikatakan tidak layak pakai. Maklum, namanya juga orang miskin!
Awalnya, di semester satu perkuliahan, Afrizal tidak ada masalah dengan Iqbal. Pun sampai sekarang sebenarnya juga tidak ada masalah. Bedanya, jika dulu perilaku Iqbal masih bisa ditoleransi dan bisa dikatakan tidak menyakiti hati. Tapi sekarang, semuanya berubah drastis seiring perjalanan waktu. Iqbal semakin parah dengan perilaku buruknya seperti suka tidur di kelas, tidak mengumpulkan tugas, dan mengumpat sembarangan. Berbanding terbalik dengan Afrizal yang semakin berprestasi di kelas dan digadang-gadang akan menjadi dosen di masa depan.
Mungkin bisa saja, sikap Iqbal pada Afrizal dilandasi oleh rasa iri dan benci atas apa yang terjadi. Afrizal yang selalu identik dengan nilai bagus, dan Iqbal yang selalu langganan nilai jelek. Bahkan pernah tidak dapat nilai karena ada masalah lain. Afrizal yang pertama kali dicari dosen saat membutuhkan bantuan, dan Iqbal yang seringkali dituduh dosen saat terjadi kerusuhan di kampus. Entah itu ada demonstrasi atas isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), perkelahian atas banyak sebab, dan lain sebagainya.
Afrizal yang berwatak kalem dan tidak suka banyak bicara, berusaha untuk tidak berurusan dengan Iqbal. Bukan masalah takut jika seandainya akan berakhir dengan perkelahian. Namun, ada yang lebih penting dari itu. Yaitu nama baik keluarga dan reputasinya di sekolah. Tentu hal itu tak boleh tercemar walau sedikit pun.
Tapi rupanya, Iqbal tak kunjung jerah setelah selalu tidak direspon oleh Afrizal. Iqbal yang awalnya hanya mengolok-olok Afrizal dengan sebutan "sok rajin", kini mulai berlanjut pada meminta hasil tugas Afrizal secara paksa. Tentu, hal itu sempat membuat Iqbal mendapatkan nilai bagus di beberapa mata kuliah. Iqbal yang awalnya hanya menyenggol badan Afrizal saat tak sengaja berpapasan, kini mulai berubah mencegat Afrizal di suatu tempat dan memojokkannya bersama tiga teman yang sering Iqbal bawa. Di sana, Afrizal akan didorong, dibentak, bahkan sempat hampir dikeroyok namun berhasil diselamatkan oleh segerombolan orang yang sedang berlari mengejar copet.
Sampai saat ini, Afrizal masih terus berusaha untuk bersabar. Meski kesabaran setiap orang pasti ada batasnya, yang jelas, Afrizal tidak mau hal ini merusak prestasi akademiknya nanti.
***
"Kamu membencinya?" Tanya Safira di ruang perpustakaan.
Afrizal tidak langsung menjawab. Tapi diakui atau tidak, ia memang benar-benar sudah muak dengan perlakukan Iqbal.
Kepada Safira, Afrizal menceritakan semua perlakukan Iqbal pada dirinya. Ya, maksud Afrizal bercerita bukan untuk mengeluh pada seorang perempuan. Ia hanya ingin melepaskan seluruh unek-unek yang mengendap dalam kepala. Tak lebih dari itu.
Safira yang berasal dari jurusan sebelah, yang kenal dengan Afrizal melalui organisasi penelitian sejak masih berstatus mahasiswa baru, selalu berhasil menjadi pendengar yang baik. Safira tak pernah memotong kalimat Afrizal saat ia sedang bercerita. Safira pasti memberikan saran di akhir pembahasan. Pun ia tak pernah bilang "bosan" meski sering menjadi tempat curhatan Afrizal yang hanya berstatus sebagai teman. Tak lebih dari itu.