Mohon tunggu...
Kholif Diniawati
Kholif Diniawati Mohon Tunggu... Guru - Guru MAN 3 Bantul

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Book

Sekuat Hati ibu

4 Desember 2023   17:41 Diperbarui: 4 Desember 2023   17:45 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kulaht ibu dan ayah ahnya saling berpandangan dan kesedihan jelas tampak di raut mereka.

"Apa yang terjadi, dimana Adinda," aku berteriak tanpa menghiraukan bibirku yang sangat sakit untuk dibuka.

"Mas Arya, ..., Adinda, ..." dimana kalian," sekali lagi aku berteriak dan berusaha untuk bangkit.

Tergopoh-gopoh kulihat dokter memasuki uanganku,

"Tenang bu, ibu jangan banyak gerak dulu, ibu biar sembuh dul," hibur mereka,

"Tidak doter, aku pingin ketemu suami dan anakku sekarang, apapun kondisinya," pintaku sambil menangis.

Mungkin karena aku yang tidak bisa mengendalikan diri dan juga melihat kondisiku yang memang terluka parah, akhirnya ibuku menelukku dan sambil menangis mengatakan kalau mas Arya dan Adinda telah menghadap Allah di tempat kejadian kecelakaan.

Hancur lebur rasa di dada, sakitnya ragaku tak lagi kurasakan, terkalahkan oleh sakit dan sedihnya hati yang teramat dalam. Kebersamaan kami yang baru lima tahun serasa hanya menjadi sebuah kisah sepenggal drama yang dipentaskan. Aku benar-benar hancur dan putus asa, sepertinya taka da lagi yang mampu membuatku bertahan untuk melanjutkan sisa hidup.

Setelah seminggu aku dirawat dengan penuh kesediihan dan duka lara lahir batin, akhirnya aku diperbolehkan pulang. Ibu membawaku ke Yogya.

"Nduk, masih ingat perkataan ibu, kita tidak tahu jalan hidup kita seperti apa, tapi kita tahu, jalan apa yang kita lalui ketika Allah memberikan rintangan dan halangan dalam kehidupan,"

Perlahan kuresapi dan kupahami kalimat ibu. Benarlah kiranya. Aku harus tetap tegar, aku harus tetap kuat, karena sejatinya kita tinggal menjalani takdirnya. Aku juga tidak pernah mengungkit dan menceritakan kenapa kami pulang ke Yogya saat itu, karena aku tidak ingin ibu dan ayah merasa bersalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun