Ngalah, Ngalih, Ngomong, Ngobong."Â Ini merujuk pada tahapan bijak dalam mengelola kemarahan.Â
Dalam budaya Jawa, terdapat konsep psikologis menghadapi kemarahan yang dikenal dengan istilah "Pertama, "Ngalah" berarti menahan diri dari bereaksi secara impulsif. Kedua, "ngalih" adalah proses meredakan kemarahan secara internal. Ketiga, "ngomong" adalah berbicara secara bijak setelah kemarahan mereda. Terakhir, "ngobong" adalah membahas masalah dengan penuh pengertian dan kesepakatan. Konsep ini merupakan bagian dari nilai-nilai budaya Jawa yang menekankan pentingnya pengendalian diri dan penyelesaian konflik dengan damai.
Sesungguhnya prinsip ngalah, ngalih, ngomong, ngobong tidak hanya relevan bagi masyarakat Jawa, tetapi juga dapat diterapkan oleh seluruh masyarakat pada umumnya.Â
Tahapan-tahapan ini mencerminkan pendekatan yang bijaksana dalam mengelola kemarahan dengan menekankan pengendalian diri, refleksi, komunikasi terbuka, dan penyelesaian konflik yang damai.Â
Prinsip ini mempromosikan keharmonisan dan keselarasan dalam hubungan antarindividu serta mendorong pembentukan masyarakat yang lebih sejahtera dan beradab.Â
Dengan menerapkan prinsip ini, setiap individu dapat mengelola konflik dengan lebih baik dan berkontribusi pada terciptanya lingkungan yang lebih positif dan harmonis.
Menurut Eep Saefulloh Fatah, Direktur lembaga survei Polmark Indonesia, saat ini Presiden Jokowi diindikasikan sedang dalam posisi ngobong atau sedang menunjukkan kemarahannya di tingkat tertinggi. Hal ini merujuk pada prinsip melawan dalam empat tahapan yang disampaikan oleh Jokowi sendiri kepada Eep pada tahun 2012, yang merupakan pendekatan yang umum di kalangan orang Solo. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Eep dalam talkshow Kumparan, Info A1, yang tayang pada Jumat (2/2/2024).
Â
Pemicu InternalÂ
Jika kita sepakat dengan analisis Eep Saefulloh Fatah, tentu ada sejumlah faktor, baik internal maupun eksternal, yang diduga membuat Presiden Jokowi tersebut.Â
Secara internal misalnya, salah satunya adalah perlakuan Ketua Umum PDIP Megawati, yang beberapa kali menyebutkan Jokowi hanya sebagai "petugas partai" dalam forum resmi dengan ribuan kader partai. Megawati bahkan terkesan melecehkan dengan menyatakan bahwa tanpa PDIP, Jokowi tidak akan mencapai puncak karir politiknya sebagai presiden.