Dalam menjalankan hak pilih Pemilu, sebagai warga negara yang baik kita berkewajiban memilih para calon anggota legislatif (caleg) yang memiliki tanggungjawab dan menjujunjung etika dan moralitas serta hukum. Salah satu wujud dari caleg dengan kriteria dimaksud antara lain mereka tidak pernah melakukan kejahatan korupsi dan atau kejahatan ilegal lainnya yang jelas-jelas telah merugikan negara serta menyengsarakan masyarakat.
Namun, pada Pileg 2024 kembali kita prihatin karena secara berjamaah para eks koruptor negeri ini tercatat dalam Daftar Calon Caleg DPR hingga DPD. Mengutip data Indonesia Corruption Watch (ICW) ditemukan sebanyak 39 mantan napi korupsi yang diketahui mencalonkan diri sebagai caleg tingkat DPR, DPD, dan DPRD pada pemilu 2024. Terdapat sembilan nama mantan narapidana korupsi yang menjadi caleg di tingkat DPR. Sementara berdasarkan partainya, ada sebanyak lima caleg yang berasal dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Sebanyak dua caleg yang pernah terpidana kasus korupsi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Selanjutnya, terdapat satu caleg mantan narapidana korupsi yang berasal dari Partai Golongan Karya (Golkar). Lalu, satu lagi caleg tersebut berasal dari Partai Kebangkitan Rakyat (PKB).
Selain itu, ada enam caleg di tingkat DPD yang merupakan mantan narapidana korupsi. Sedangkan untuk tingkat DPRD, terdapat 24 nama mantan napi korupsi yang menjadi caleg. Dari 24 orang tersebut, terdapat empat orang yang berasal dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Golkar. Ada pula caleg DPRD yang merupakan mantan terpidana korupsi dari Partai Demokrat, Perindo, PPP, dan Hanura. Tak hanya itu, ada juga dari Partai Nasdem, Buruh, Partai Bulan Bintang, PKB, PKS, PDIP.
Berikut nama lengkap caleg mantan napi korupsi 2024 dan partainya:
1. Abdullah Puten (DPR RI), Partai Nasdem, Dapil Aceh II, No urut 1.
2. Rahudman Harahap (DPR RI), Partai Nasdem, Dapil Sumatera Utara I, No urut 4.
3. Abdillah (DPR RI), Partai Nasdem, Dapil Sumatera Utara I, No Urut 5.
4. Susno Duadji (DPR RI), Partai Golkar, Dapil Sumatera Selatan II, Nomor urut 2.
5. Nurdin Halid (DPR RI), PKB, Dapil Sulawesi Selatan II, No urut 2.
6. Budi Antoni Aljufri (DPR RI) Nasdem, Dapil Sulawesi Selatan II, No urut 9.
7. Al Amin Nasution (DPR RI) PDIP, Dapil Jawa Tengah VII, No urut 4.
8. Rokhamin Dahuri (DPR RI) PDIP, Dapil Jawa Barat VIII, No urut 1.
9. Eep Hidayat (DPR RI) Nasdem, Dapil Jawa Barat IX, No urut 1.
10. Patrice Rio Capella (DPD RI), Dapil Bengkulu, No urut 10.
11. Doddy Rondonuwu (DPD RI), Davil Kalimantan Timur, No urut 7.
12. Emir Moeis (DPD RI), Dapil Kalimantan Timur, No urut 8.
13. Imran Gusman (DPD RI), Dapil Sumatera Barat, No urut 7.
14. Cinde Laras Yulianto (DPD RI), Dapil Yogyakarta, No urut 3.
15. Ismeth Abdullah (DPD RI), Dapil Kep. Riau, No urut 8,
16. Hari Baelanu (DPRD Kabupaten), Golkar, Dapil Pandeglang 1, no urut 6.
17. Dede Widarso (DPRD Kabupaten), Golkar, Dapil Pandeglang 5, No urut 4.
18. Edy Muklison, (DPRD Kabupaten), Perindo, Dapil Blitar 4, No Urut 1
19. Christofel Wonatorey (DPRD Kabupaten), Gerindra, Dapil Waropen 1, No urut 5.
20. Husen Kausaha (DPRD Provinsi), Gerindra, Dapil Maluku Utara 4, No urut 4.
21. Feriza (DPRD Kabupaten), PPP, Dapil Belitung Timur 1, No urut 2
22. Mirhamuddin (DPRD Kabupaten), Gerindra, Dapil Belitung Timur 3, No urut 1
23. Alhajar Syahyan (DPRD Kabupaten) Gerindra, Dapil Tanggamus 4, No urut 1
24. Yohanes Marinus Kota (DPRD Kabupaten), PKB, Dapil Ende 1, No urut 9
25. Welhelmus Tahalele (DPRD Provinsi), Hanura, Dapil Maluku Utara, No urut 2
26. Warsit (DPRD Kabupaten), Hanura, Dapil Blora 3, No urut 1
27. Hasanudin (DPRD Kabupaten), PPP, Dapil Banjarnegara 5, no urut 1
28. Bonar Zeitsel Ambarita (DPRD Kabupaten), Demokrat, Dapil Simalungun 4, No urut 8
29. Rahmanuddin DH (DPRD Kabupaten), Demokrat, Dapil Luwu Utara 1, No urut 4
30. Polman Sinaga (DPRD Kabupaten), Demokrat, Dapil Simalungun 4, No urut 7
31. Mad Muhizar (DPRD Kabupaten), PDIP, Dapil Pesisir Barat 3, No urut 2
32. Zulfikri (DPRD Kota), Perindo, Dapil Pagar Alam 2, No urut 1
33. Joni Kornelius Tondok (DPRD Kabupaten), Hanura, Dapil Toraja Utara, No urut 1
34. Yuridis (DPRD Kabupaten), Buruh, Dapil Indragiri Hulu 3, No urut 1
35. Muhammad Zen (DPRD Kabupaten), PKS, Dapil Ogan Komering Ulu Timur 1, No urut 2
36. Eu K Lenta (DPRD Kabupaten), Golkar, Dapil Morowali Utara 1, No urut 2
37. Nasrullah Hamka (DPRD Provinsi), PBB, Davil Jambi 1, No urut 10
38. Syaifullah (DPRD Provinsi) Nasdem, Dapil Kepulauan Bangka Belitung 1, No urut 7
39. Rommy Krishnas (DPRD Kota), Golkar, Dapil Lubuk linggau 3, No urut 5.
Secara yuridis penyebab bisa come back-nya para eks koruptor tersebut karena dua hal. Pertama, dalam undang-undang Pemilu tidak ada klausul melarang para eks Eks koruptor uang rakyat menjadi caleg. Begitu pula dalam peraturan yang dibuat KPU. Kedua, vonis yang dijatuhkan kepada mereka umumnya tidak disertai pencabutan hak politik. Oleh karena itu, usai para maling uang rakyat tersebut menjalani hukumannya mereka masih bisa memilih dan dipilih dalam Pileg atau Pilpres.
Menyikapi prilaku nekad dan tak tahu malu para Caleg eks koruptor ini, masyarakat sudah selayaknya melakukan gerakan “Katakan tidak” kepada mereka. Berikut beberapa alasannya. Pertama, Secara hukum, kejahatan korupsi merupakan pelanggaran serius serta extra ordinary crime. Menurut catatan ICW misalnya, pada tahun 2021 total kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai Rp 62,9 triliun. Jadi jelaslah para koruptor di negeri ini merupakan gerombolan penggarong terbesar uang rakyat.
Akibat maraknya kejahatan korupsi tersebyut, menurut laporan Transparency International pada tahun 2022, Indonesia memiliki skor indeks persepsi korupsi (IPK) 34 dari skala 0-100. Skor ini menjadikan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 di Asia Tenggara. Oleh karenanya memilih mereka sebagai wakil rakyat berarti mengabaikan pelanggaran hukum yang telah mereka lakukan dan merendahkan nilai kepatuhan terhadap hukum. Memilih mereka sebagai caleg berarti juga mengirim pesan bahwa kita tidak memedulikan integritas dan moralitas dalam kepemimpinan. Memilih caleg para maling uang rakyat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip etika, karena mereka telah melanggar kepercayaan masyarakat dan merugikan banyak orang.
Kejahatan korupsi juga memiliki dampak yang merugikan bagi bangsa dan negara. Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi suatu negara dan mengurangi kualitas dalam pelayanan suatu pemerintahan. Korupsi bisa mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Selain itu, korupsi juga memberikan dampak negatif di berbagai bidang yang meliputi: demokrasi, ekonomi, keselamatan dan kesehatan manusia, kesejahteraan umum, pengikisan budaya dan terjadinya krisis kepercayaan masyarakat. Oleh karenanya, apapun alasannya sudah semestinya semua Parpol tidak memberikan ruang, apalagi sampai menyediakan ‘karpet merah’ kepada eks koruptor menjadi caleg mereka.
Memilih caleg para maling uang rakyat tewrsebut berarti memberi mereka kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan dan anggaran negara, yang dapat merugikan masyarakat lebih lanjut. Memilih mereka berarti juga akan mengakibatkan masyarakat merasa bahwa pemilu hanya menjadi panggung bagi mereka yang telah melakukan tindakan korupsi untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Hal ini dapat mengikis harapan rakyat terhadap perubahan positif melalui proses demokrasi. Kemudian memilih caleg para maling uang rakyat, berarti kita mengabaikan perjuangan untuk mengurangi ketidaksetaraan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam dunia yang semakin kompleks, generasi muda perlu menyadari pentingnya tanggung jawab sosial dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Menolak caleg para eks maling uang rakyat adalah bentuk tanggung jawab sosial dalam menghentikan penyebaran tindakan yang merugikan banyak orang. Ini memberikan pelajaran bahwa kepentingan bersama harus diutamakan daripada kepentingan pribadi.
Generasi muda, khususnya para pemilih pemula, mungkin masih belajar tentang kriteria pemimpin yang berkualitas. Gerakan “Jangan Piilih Caleg Eks koruptor” membantu mereka memahami bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang memiliki integritas, etika, dan moralitas yang tinggi. Ini membantu mendorong pemilihan caleg yang benar-benar mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Gerakan “Jangan Pilih Caleg Eks Koruptor” memiliki dampak yang signifikan bagi generasi muda, terutama para pemilih pemula. Karena gerakan ini bukan hanya tentang menolak caleg yang pernah terlibat dalam tindakan korupsi, tetapi juga tentang bagaimana kita mengajarkan nilai-nilai integritas, tanggung jawab sosial, dan pemimpin berkualitas kepada generasi yang akan membentuk masa depan bangsa. Melalui gerakan ini, generasi muda dapat belajar untuk membuat keputusan yang bijaksana dan memilih pemimpin yang sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi.***
Kholid A.Harras
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H