Menyikapi prilaku nekad dan tak tahu malu para Caleg eks koruptor ini, masyarakat sudah selayaknya melakukan gerakan “Katakan tidak” kepada mereka. Berikut beberapa alasannya. Pertama, Secara hukum, kejahatan korupsi merupakan pelanggaran serius serta extra ordinary crime. Menurut catatan ICW misalnya, pada tahun 2021 total kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai Rp 62,9 triliun. Jadi jelaslah para koruptor di negeri ini merupakan gerombolan penggarong terbesar uang rakyat.
Akibat maraknya kejahatan korupsi tersebyut, menurut laporan Transparency International pada tahun 2022, Indonesia memiliki skor indeks persepsi korupsi (IPK) 34 dari skala 0-100. Skor ini menjadikan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 di Asia Tenggara. Oleh karenanya memilih mereka sebagai wakil rakyat berarti mengabaikan pelanggaran hukum yang telah mereka lakukan dan merendahkan nilai kepatuhan terhadap hukum. Memilih mereka sebagai caleg berarti juga mengirim pesan bahwa kita tidak memedulikan integritas dan moralitas dalam kepemimpinan. Memilih caleg para maling uang rakyat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip etika, karena mereka telah melanggar kepercayaan masyarakat dan merugikan banyak orang.
Kejahatan korupsi juga memiliki dampak yang merugikan bagi bangsa dan negara. Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi suatu negara dan mengurangi kualitas dalam pelayanan suatu pemerintahan. Korupsi bisa mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Selain itu, korupsi juga memberikan dampak negatif di berbagai bidang yang meliputi: demokrasi, ekonomi, keselamatan dan kesehatan manusia, kesejahteraan umum, pengikisan budaya dan terjadinya krisis kepercayaan masyarakat. Oleh karenanya, apapun alasannya sudah semestinya semua Parpol tidak memberikan ruang, apalagi sampai menyediakan ‘karpet merah’ kepada eks koruptor menjadi caleg mereka.
Memilih caleg para maling uang rakyat tewrsebut berarti memberi mereka kesempatan untuk mempengaruhi kebijakan dan anggaran negara, yang dapat merugikan masyarakat lebih lanjut. Memilih mereka berarti juga akan mengakibatkan masyarakat merasa bahwa pemilu hanya menjadi panggung bagi mereka yang telah melakukan tindakan korupsi untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Hal ini dapat mengikis harapan rakyat terhadap perubahan positif melalui proses demokrasi. Kemudian memilih caleg para maling uang rakyat, berarti kita mengabaikan perjuangan untuk mengurangi ketidaksetaraan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam dunia yang semakin kompleks, generasi muda perlu menyadari pentingnya tanggung jawab sosial dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Menolak caleg para eks maling uang rakyat adalah bentuk tanggung jawab sosial dalam menghentikan penyebaran tindakan yang merugikan banyak orang. Ini memberikan pelajaran bahwa kepentingan bersama harus diutamakan daripada kepentingan pribadi.
Generasi muda, khususnya para pemilih pemula, mungkin masih belajar tentang kriteria pemimpin yang berkualitas. Gerakan “Jangan Piilih Caleg Eks koruptor” membantu mereka memahami bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang memiliki integritas, etika, dan moralitas yang tinggi. Ini membantu mendorong pemilihan caleg yang benar-benar mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Gerakan “Jangan Pilih Caleg Eks Koruptor” memiliki dampak yang signifikan bagi generasi muda, terutama para pemilih pemula. Karena gerakan ini bukan hanya tentang menolak caleg yang pernah terlibat dalam tindakan korupsi, tetapi juga tentang bagaimana kita mengajarkan nilai-nilai integritas, tanggung jawab sosial, dan pemimpin berkualitas kepada generasi yang akan membentuk masa depan bangsa. Melalui gerakan ini, generasi muda dapat belajar untuk membuat keputusan yang bijaksana dan memilih pemimpin yang sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi.***
Kholid A.Harras
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H