Terdapat 2 (dua) alasan praktik pernikahan dini ini tetap dilakukan yaitu adanya faktor budaya dan akibat kasus hamil di luar nikah. Praktik dari pernikahan dini yang ada di lereng gunung yang dilandasi dari adanya faktor budaya yakni kultur yang mereka lakukan. Dimana ketika anak mereka sudah ada yang nembung serta sudah berniat menikah dan tidak memiliki akses pendidikan serta informasi, maka orang tua mereka merasa sudah tidak memiliki beban. Karena orang tua mereka beranggapan bahwa anak itu sebagai beban hidup bagi orang tua mereka.
Selain itu, penyebabnya juga dilansir karena kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua mereka. Hal ini karena orang tua di lereng gunung tersebut lebih senang apabila anaknya payu (sudah ada yang menanyakan) maka akan segera untuk dinikahkan. Masyarakat yang berada di lereng gunung memiliki kebanggan ketika ada tetangga yang menggelar hajatan dan menanyakan anaknya untuk kapan akan dinikahkan. Masyarakat disana merasa malu apabila memiliki anak gadis namun belum menikah.Â
Dari alasan praktik pernikahan dini akibat hamil di luar nikah dan masih di bawah umur dikarenakan dari mereka memanfaatkan rekomendasi pengadilan sehigga membuat banyak perempuan menikah di bawah umur dikarenakan pihak perempuan sudah hamil terlebih dahulu. Dimana menyebabkan harus segera untuk dinikahkan.
Tingginya angka pernikahan dini di Lereng Gunung Sumbing yaitu Kaliangkring membuat para tokoh masyarakat dan tokoh pemerintahan melakukan perubahan kebijakan. Dimana sejak 2018 diberikan edaran yang dikeluarkan oleh KUA bahwa petugas KUA tidak mau menerima berkas calon mempelai apabila mempelai belum cukup umur untuk melangsungkan pernikahan.Â
Pasangan calon pengantin yang belum cukup umur disarakan oleh KUA Kaliangkrik untuk menunda pernikahannya hingga mencapai usia yang telah ditetapkan yaitu laki-laki berusia 19 tahun dan perempuan berusia 16 tahun. Dari kebijakan tersebut membuahkan hasil dengan tidak adanya yang mengajukahn pernikahan di bawah.
Sedangkan untuk menanggulangi pernikahan dini di Lereng Gunung Merapi yaitu Selo dilakukan dengan cara para tokoh masyarakat memberikan sosialisasi UU Perkawinan dan efek negatifnya dari pernikahan dini dengan menggunakan metode pemutaran film. Selain itu, usaha yang lebih tegas untuk menekan angka pernikahan dini ini dari kepala desa kecamatan Selo memberikan himbauan untuk tidak menghadiri hajatan yang digelar oleh keluarga apabila mempelainya masih di bawah umur.Â
Selain itu, juga dilakukan dengan adanya pemberian sanksi bagi masyarakat yang melanggar dengan melakukan perbuatan asusila dan juga perbuatan perbuatan yang melanggar moral kesusilaan. Beberapa desa yang ada di kecamatan Selo juga memiliki regulasi dari Peraturan Desa (Perdes) dalam menekan angka pernikahan dini.
Dari artikel yang saya review ini memaparkan mengenai tingginya fenomena pernikahan dini yang terjadi di Lereng Gunung Merapi dan Sumbing. Dalam artikelnya penulis menjelaskan mulai dari deskripsi dari daerah Lereng Gunung yang memiliki mata pencaharian utama dalam pertanian hingga mendeskripsikan daerah-daerah yang dijadikan rujukan dalam artikel tersebut.Â
Setelah itu, penulis juga menuturkan apa saja alasan yang melatarbelakangi praktik pernikahan dini hingga pada upaya yang dilakukan para tokoh baik dari masyarakat ataupun pemerintah. Pemaparan penjelasan tersebut disampaikan oleh penulis secara runtut sehingga mudah untuk dapat dipahami tujuan dan maksud dari penulisan artikel tersebut.
Ketika memaparkan penelitiannya penulis juga menyertakan data-data dari tahun ke tahun mengenai tingkat pernikahan dini yang terjadi. Hal ini menjadi kelebihan serta kelemahan dari artikel ini. Karena dengan adanya data-data yang disajikan akan membuat artikel ini menjadi lebih aktual sehingga menjadi kelebihan dari artikel ini.Â
Namun, dalam memaparkan data-data tersebut alangkah baiknya untuk dibentuk menjadi grafik karena jika dibentuk dalam narasi akan membuat pembaca sedikit mengalami kebingungan. Hal ini menjadi kelemahan dari artikel ini. Selain dari data, adanya isu budaya yang diolah oleh penulis dapat menjadi kelebihan dari artikel ini karena kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat lereg gunung tidak terlalu diketahui oleh masyarakat umum apabila tidak dipaparkan dalam artikel ini.