Review artikel jurnal yang dilakukan oleh Khoirunnisa Prasetyawati, Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta.
Judul Jurnal: Pernikahan Dini di Lereng Merapi dan Sumbing
Jurnal: Al-Ahwal
Volume dan Nomor: Vol. 3, No. 1
Tahun: 2020
Penulis: Muhammad Julijanto
Pernikahan dini ternyata masih menjadi fenomena yang ada dalam masyarakat. Seperti yang akan dibahas dalam artikel ini yaitu fenomena pernikahan dini yang terjadi di Lereng Gunung Merapi yaitu di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali serta di Lereng Gunung Sumbing tepatnya di Kecamatan Kaliangkring, Kabupaten Magelang. Kedua daerah itu menjadi penyumbang adanya tingkat pernikahan dini yang tinggi.
Kecamatan Selo merupakan lereng dari Gunung Merapi dapat diketahui bahwa mereka memiliki mata pencaharian sebagai seorang petani karena wilayah yang sangat mendukung untuk melakukan usaha pertanian.Â
Petani di Selo ini biasanya sebagai petani dari tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan. Desa dari Kecamatan Selo yang memiliki tingkat pernikahan dini tertinggi itu berada pada desa Jrakah. Sementara, untuk Kecamatan Kaliangrik lereng dari Gunung Sumbing ini yang notabenenya juga daerah pegunungan dapat dipastikan bahwa memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Selo. Kecematan Selo memiliki jumlah desa sebanyak 10 desa, sedangkan untuk Kecamatan Kaliangkrik memiliki desa sebanyak 20 desa.
Masyarakat yang berada di lereng gunung seperti Kecamatan Selo dan Kaliangkrik memiliki pola kehidupan sosial yang dirasa berbeda dengan masyarakat pada umunya. Rata-rata pola kehidupan masyarakat lereng gunung itu hampir seharian penuh mereka berada di ladang pertanian. Hal ini dikarenakan pertanian menjadi mata pencaharian yang utama bagi masyarakat lereng gunung.Â
Dengan kehidupan sosial yang sudah nyaman sebagai produksi pertanian nampaknya menyebankan anak-anak yang mulai tumbuh tidak segera melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Selain kehidupan sosial, kehidupan keagamaan menjadi cermin dari kehidupan di daerah pegunungan dengan menggunakan pola kehidupan keagamaan tradisional. Â