Mohon tunggu...
Khoirunnisa Prasetyawati
Khoirunnisa Prasetyawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Dini di Lereng Merapi dan Sumbing

4 Desember 2022   08:56 Diperbarui: 4 Desember 2022   08:57 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Review artikel jurnal yang dilakukan oleh Khoirunnisa Prasetyawati, Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta.

Judul Jurnal: Pernikahan Dini di Lereng Merapi dan Sumbing

Jurnal: Al-Ahwal

Volume dan Nomor: Vol. 3, No. 1

Tahun: 2020

Penulis: Muhammad Julijanto

Pernikahan dini ternyata masih menjadi fenomena yang ada dalam masyarakat. Seperti yang akan dibahas dalam artikel ini yaitu fenomena pernikahan dini yang terjadi di Lereng Gunung Merapi yaitu di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali serta di Lereng Gunung Sumbing tepatnya di Kecamatan Kaliangkring, Kabupaten Magelang. Kedua daerah itu menjadi penyumbang adanya tingkat pernikahan dini yang tinggi.

Kecamatan Selo merupakan lereng dari Gunung Merapi dapat diketahui bahwa mereka memiliki mata pencaharian sebagai seorang petani karena wilayah yang sangat mendukung untuk melakukan usaha pertanian. 

Petani di Selo ini biasanya sebagai petani dari tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan. Desa dari Kecamatan Selo yang memiliki tingkat pernikahan dini tertinggi itu berada pada desa Jrakah. Sementara, untuk Kecamatan Kaliangrik lereng dari Gunung Sumbing ini yang notabenenya juga daerah pegunungan dapat dipastikan bahwa memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Selo. Kecematan Selo memiliki jumlah desa sebanyak 10 desa, sedangkan untuk Kecamatan Kaliangkrik memiliki desa sebanyak 20 desa.

Masyarakat yang berada di lereng gunung seperti Kecamatan Selo dan Kaliangkrik memiliki pola kehidupan sosial yang dirasa berbeda dengan masyarakat pada umunya. Rata-rata pola kehidupan masyarakat lereng gunung itu hampir seharian penuh mereka berada di ladang pertanian. Hal ini dikarenakan pertanian menjadi mata pencaharian yang utama bagi masyarakat lereng gunung. 

Dengan kehidupan sosial yang sudah nyaman sebagai produksi pertanian nampaknya menyebankan anak-anak yang mulai tumbuh tidak segera melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Selain kehidupan sosial, kehidupan keagamaan menjadi cermin dari kehidupan di daerah pegunungan dengan menggunakan pola kehidupan keagamaan tradisional.  

Terdapat 2 (dua) alasan praktik pernikahan dini ini tetap dilakukan yaitu adanya faktor budaya dan akibat kasus hamil di luar nikah. Praktik dari pernikahan dini yang ada di lereng gunung yang dilandasi dari adanya faktor budaya yakni kultur yang mereka lakukan. Dimana ketika anak mereka sudah ada yang nembung serta sudah berniat menikah dan tidak memiliki akses pendidikan serta informasi, maka orang tua mereka merasa sudah tidak memiliki beban. Karena orang tua mereka beranggapan bahwa anak itu sebagai beban hidup bagi orang tua mereka.

Selain itu, penyebabnya juga dilansir karena kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua mereka. Hal ini karena orang tua di lereng gunung tersebut lebih senang apabila anaknya payu (sudah ada yang menanyakan) maka akan segera untuk dinikahkan. Masyarakat yang berada di lereng gunung memiliki kebanggan ketika ada tetangga yang menggelar hajatan dan menanyakan anaknya untuk kapan akan dinikahkan. Masyarakat disana merasa malu apabila memiliki anak gadis namun belum menikah. 

Dari alasan praktik pernikahan dini akibat hamil di luar nikah dan masih di bawah umur dikarenakan dari mereka memanfaatkan rekomendasi pengadilan sehigga membuat banyak perempuan menikah di bawah umur dikarenakan pihak perempuan sudah hamil terlebih dahulu. Dimana menyebabkan harus segera untuk dinikahkan.

Tingginya angka pernikahan dini di Lereng Gunung Sumbing yaitu Kaliangkring membuat para tokoh masyarakat dan tokoh pemerintahan melakukan perubahan kebijakan. Dimana sejak 2018 diberikan edaran yang dikeluarkan oleh KUA bahwa petugas KUA tidak mau menerima berkas calon mempelai apabila mempelai belum cukup umur untuk melangsungkan pernikahan. 

Pasangan calon pengantin yang belum cukup umur disarakan oleh KUA Kaliangkrik untuk menunda pernikahannya hingga mencapai usia yang telah ditetapkan yaitu laki-laki berusia 19 tahun dan perempuan berusia 16 tahun. Dari kebijakan tersebut membuahkan hasil dengan tidak adanya yang mengajukahn pernikahan di bawah.

Sedangkan untuk menanggulangi pernikahan dini di Lereng Gunung Merapi yaitu Selo dilakukan dengan cara para tokoh masyarakat memberikan sosialisasi UU Perkawinan dan efek negatifnya dari pernikahan dini dengan menggunakan metode pemutaran film. Selain itu, usaha yang lebih tegas untuk menekan angka pernikahan dini ini dari kepala desa kecamatan Selo memberikan himbauan untuk tidak menghadiri hajatan yang digelar oleh keluarga apabila mempelainya masih di bawah umur. 

Selain itu, juga dilakukan dengan adanya pemberian sanksi bagi masyarakat yang melanggar dengan melakukan perbuatan asusila dan juga perbuatan perbuatan yang melanggar moral kesusilaan. Beberapa desa yang ada di kecamatan Selo juga memiliki regulasi dari Peraturan Desa (Perdes) dalam menekan angka pernikahan dini.

Dari artikel yang saya review ini memaparkan mengenai tingginya fenomena pernikahan dini yang terjadi di Lereng Gunung Merapi dan Sumbing. Dalam artikelnya penulis menjelaskan mulai dari deskripsi dari daerah Lereng Gunung yang memiliki mata pencaharian utama dalam pertanian hingga mendeskripsikan daerah-daerah yang dijadikan rujukan dalam artikel tersebut. 

Setelah itu, penulis juga menuturkan apa saja alasan yang melatarbelakangi praktik pernikahan dini hingga pada upaya yang dilakukan para tokoh baik dari masyarakat ataupun pemerintah. Pemaparan penjelasan tersebut disampaikan oleh penulis secara runtut sehingga mudah untuk dapat dipahami tujuan dan maksud dari penulisan artikel tersebut.

Ketika memaparkan penelitiannya penulis juga menyertakan data-data dari tahun ke tahun mengenai tingkat pernikahan dini yang terjadi. Hal ini menjadi kelebihan serta kelemahan dari artikel ini. Karena dengan adanya data-data yang disajikan akan membuat artikel ini menjadi lebih aktual sehingga menjadi kelebihan dari artikel ini. 

Namun, dalam memaparkan data-data tersebut alangkah baiknya untuk dibentuk menjadi grafik karena jika dibentuk dalam narasi akan membuat pembaca sedikit mengalami kebingungan. Hal ini menjadi kelemahan dari artikel ini. Selain dari data, adanya isu budaya yang diolah oleh penulis dapat menjadi kelebihan dari artikel ini karena kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat lereg gunung tidak terlalu diketahui oleh masyarakat umum apabila tidak dipaparkan dalam artikel ini.

Perkembangan isu pernikahan dini dalam masyarakat saat ini yaitu rentan terjadi perceraian yang meningkatnya angka perceraian karena adanya pernikahan dini. Ketika terjadi perceraian dampaknya bukan hanya akan terasa pada suami istri tersebut. Dampaknya juga akan dirasakan oleh anak mereka serta keluarga-keluarga mereka. 

Hal yang memicu dalam perceraian pada pernikahan usia dini dapat dikarenakan akibat dari belum terlalu matang usia mereka ketika melangsungkan pernikahan. Mereka yang menikah pada usia dini hanya memikirkan bahwa dapat hidup dengan orang yang dikasihi dan disayangi setiap hari tanpa memikirkan tanggung jawab yang begitu besar setelah pernikahan.

Ketika dilangsukan pernikahan dini mereka juga harus memikirkan adanya biaya hidup yang akan mereka gunakan kedepannya. Hal ini menyebabkan kebutuhan diri sendiri bagi pasangan suami istri menjadi berkurang dan selalu berpikir bagaimana mencukupi semuanya dalam usia pernikahan dini ini. Hingga terkadang hal tersebut yang memicu perceraian dari keduanya dikarenakan faktor ekonomi yang tidak dapat mencukupi sehingga terjadi cekcok setiap hari. Prahara rumah tangga seperti itulah nantinya akan rawan terjadi perceraian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun