Mohon tunggu...
Khoirunnisa
Khoirunnisa Mohon Tunggu... Guru - Penulis Ulung

Mahasiswi Universitas Jambi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa Inggris

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam yang Halu

2 Desember 2019   19:35 Diperbarui: 2 Desember 2019   19:52 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Malam kian pekat, lolongan anjing bak terompet menyambut rembulan yang perlahan mengitip di ballik awan.Membawa sejuta  mencekam bagi ia yang merasa di setiap bulu roma. Malam inin tak seperti biasanya, Rumi terlihat sangat asyik membolak balik tiap lembar halaman buku fisikanya. Iya, itu seperti ritual wajib yang harus ia lakukan setiap  malam rabu. Bu Ena pastinya sudah menyiapkan seribu jurus andalannya merancang soal kuis yang sulit untuk dikerjakan.

'' Aduh... apa ini. Gak ada yang ngerti. " alisnya sudah ditekuk setiap saat, mencoba memahami setiap rumus yang ada, tapi sia-sia. Ia tak mau mengulang kembali atau menambah soal demi mencari nilai tambahan seperti kemarin. Kini tangannya meraih smartphone di sudut meja belajarnya. Ia sengaja mematikannya supaya bisa belajar dengan tenang tanpa diganggu ribuan spam pesan Whatsapp yang akan mengecohnya. Tapi percuma, ia menyerah dan tergoda membuka handphonenya.

'' apa aku tanya saja ya ke Ranti?, kalo yang beginian pasti dia ngerti ini, dia kan paling rajin mencatat dalil-dalil Bu Ena. " seketika bohlam lampu seperti keluar bersinar dari kepalanya. " alhamdulillah dapet hidayah". Ia tertawa puas.

Tak berselang lama kemudian tiba- tiba lampu padam dan semuanya menjadi gelap. Belum lagi sempat ia menuliskan pesan ke Ranti, sontak ia terdiam kaku.

" aduh..kenapa kudu mati lampu sih, ah mana dirumah sendiri lagi. Kenapa coba mama sama papa harus pergi belanja ke minimarket lama banget." gerutunya.  "Duh kenapa lampunya gak hidup --hidup ya? Apa aku cari saja lampu di ruang tengah?"pikirnya.

            Sejujurnya ia bukanlah orang yang penakut, namun karena sugesti film horor yang ia  tonton  di bioskop bersama temannya sebulan yang lalu mengingatkannya akan adegan film itu. Kejadiannya sama persis seperti ini. Hatinya kian ciut, secara perlahan ia beranjak dan mengandalkan cahaya handphonnya untuk menerangi jalannya. Angin malam ini cukup kencang, sehingga menambah suasana semakin mencekam. Belum lagi pohon mangga yang rindang di sebelah rumahnya menambah kesan angker malam ini.

            Kakinya terus menapaki lantai, dengan secepat mungkin Rumi meraih loker di bufet depan TV, dicarinya senter yang biasa memang diletakan disana untuk berjaga-jaga dikondisi seperti ini. Lemari itu menghadap ke depan ruang tamu yang dibatasi dinding. Disampingnya ada jendela yang langsung menembus taman samping rumah.Namun beberapa saat kemudian terdengar samar-samar suara lenguhan tangis, ketia ia sedang sibuk mencari benda itu.

"uuu,,,uuu,,,uuukkk,".

Sayup-sayup kian terdengar bersama desiran angin yang masuk melalui fentilasi jendela rumah, jantungnya berdegup kencang.

" ah suara apa'an itu?" aduhhh... kok serem banget lagi suaranya." Ia mulai merbaba tengkuk lehernya yang mulai terasa dingin.

            Rumi tak mampu berkutik. Ia ingin menoleh kearah jendela yang berdiri tegap pohon mangga besar nan lebat disampingnya. Namun ia tak punya keberanian melakukannya, hanya lirikan ekor matanya yang mampu menangkap bayang-bayang hitam di sudut matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun