Aku baca puisimu
Melalui celah-celah hatiku
Seolah-olah engkau begitu bahagia
Suka cita nampak di raut aksara yang engkau tulis
Namun dari puisimu yang kubaca
Menyimpan luka yang tak bisa engkau tulis lewat bait perbait puisi
Puisimu sudah hilang kejujuran
Aku tahu engkau sedang terluka
Terluka hati yang penuh kecewa
Dia yang telah lama memupuk janji
Namun kemarin sore dia mengkhianati
Dia telah menikah dengan orang lain
Lalu aku baca puisimu ini yang tidak ada mata kejujuran
Antara kata dan hatimu
Nampak berbeda dalam menggores sebuah aksara
Hatimu terluka, tetapi puisimu penuh suka cita
Engkau menutupi luka dengan tertawa kepedihan yang engkau rasakan
Masih ingatkah
Saat kita dialog khusus tentang puisi
Engkau mengajarkan puisi itu bahasa hati
Penuh dengan kejujuran
Antara hati dan tulisan
Sudah semestinya sejalan
Namun aku baca puisimu yang penuh ceria
Padahal bola matamu mengalirkan air mata yang tak berkesudahan
Puisimu sudah hilang kejujuran
Antara hati dan tulisan sudah tak sejalan
Engkau sering berdialog, bahwa puisi itu bahasa kejujuran
Nyatanya engkau tak jujur antara bahasa yang engkau tulis dengan bahasa hatimu
Jauh berbeda rasa
Puisimu sudah hilang kejujuran
Aku tahu engkau sudah terluka dipenuhi air mata lara
Namun puisimu bicara lain
Maka yang engkau katakan antara bahasa hati dan bahasa aksara
Sangatlah berbeda dalam makna
Padahal sudah semestinya, bahasa puisi harusnya sejalan dengan bahasa hati
Sungguh aku mengerti perasaanmu tak bisa jujur dalam menulis puisi di hari yang penuh keluh kesah
Supaya mereka yang membaca puisimu
Menganggap engkau dalam keadaan baik-baik saja
Namun aku tak bisa engkau bohongi
Karena dari tulisan puisimu yang penuh tawa
Tersimpan aliran air mata yang memenuhi ruang harapanmu
Namun semua penuh kepalsuan
Menyerbu di segala penjuru tubuh-tubuhmu yang penuh luka di hati atma jiwa
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H