Salah satu warga mengatakan bahwasanya desa tempatku tinggal mengalami banjir besar dan pondok kumuh kami terbawa arus sungai,
Ketika mendengar hal tersebut,aku langsung menjerit mengingat dirumah ada ayah dan kedua adikku.
Oh tuhan apa lagi ini?
Kau renggut ibuku,kau renggut ayah,dan kedua adikku,apa mau mu Tuhan?
Bibi memeluk ku dengan kencang dan berusaha menenangkanku.
Kemudian bibi membuka botol yang diberikan oleh ayahku.
Ternyata isi di botol tersebut adalah uang sejumlah 10 juta rupiah dengan berisikan surat untukku,
Putri anakku trimakasih nak sudah menjadi anak yang berbakti,tidak meninggalkan ayah dan adik-adikmu di masa sulit,ayah tak pernah berobat nak,ayah tak pernah makan enak,ayah tak pernah membelikan Tio dan Fitri baju yang bagus ataupun makanan yang enak,uang itu adalah hasil jerihpayah ayah dan ibumu semasa hidup,uang itu untuk masa depanmu,melanjutkan pendidikan dan mencapai semua mimpimu,kelak saat ayah dan ibu tak ada,berjuanglah lebih keras lagi putriku,bahkan saat dunia menjauh darimu,percayalah dari dunia yang lain ayah dan ibu akan tetap mencintai dan mendukungmu,untukmu anakku tersayang putri.
Melihat surat kecil yang ditulis oleh sang ayah,putri semakin tak kuasa menahan tangis dan sekarang benar-benar akan kehilangan arah hidupnya,namun putri berusaha untuk kembali tegar dan percaya kepada Tuhan atas setiap kesulitan yang dilalui pasti akan mendapatkan hikmahnya.
Aku kini kehilangan insan-insan yang benar-benar aku cintai,aku lebih menyukai rasa lelahku karna ketiganya daripada harus kehilangan mereka,kini ku lanjutkan hidup seperti pesan ayah,menata masa depan yang lebih cerah dan mencintai setiap hal yang berdatangan dalam hidupku,meski itu luka dan derita semua akan menyimpan pelajaran berharga.
Biodata penulisÂ