Mohon tunggu...
Khofifah Indar PDF
Khofifah Indar PDF Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Pelita Di Tengah Badai

21 Januari 2025   16:35 Diperbarui: 21 Januari 2025   16:46 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seiring berjalannya waktu,aku mulai berdamai dengan keadaan,melihat ayah semakin tak berdaya,melihat tio baru berumur 10 tahun,melihat Fitri adik bungsuku yang baru menginjak usia 3 tahun,bisa ku bayangkan jika keegoisan ini menjadikan orang-orang yang aku sayangi menderita sepanjang hidupnya.

Di suatu malam yang gelap,aku duduk termenung di pojok ruang tengah sembari mengehala nafas,tak lama kemudian air mata menetes basahi ke 2 pipiku,seakan-akan langit ingin menenggelamkan dunia di bawahnya,suara tangisan bercampur dengan gemuruh angin yang datang begitu cepat,menerobos setiap celah,menyusup ke dalam dinding kayu yang sudah lapuk,putri menahan deru kehidupan yang semakin keras.

Fitri dan Tio masih tertidur dalam pelukan mimpi,hingga deras cucuran hujan tak membuat keduanya tersadarkan,mereka tertidur begitu lelap,putri terus memantau setiap tetes air yang jatuh kedalam ruangan terasa seperti luka yang menambah derita panjang mereka.

Apa yang harus aku lakukan ucap putri?

Kemana aku harus melangkah?

Merasa kebingungan dan kehilangan arah,putri mengigit lengan bajunya agar tak terdengar suara tangisnya,tak lama kemudian akhirnya Tio sang adik terbangun dari tidur,

Menghampiri putri,Kakak "ucap Tio", kakak lihatlah rumah kita hampir dipenuhi oleh genangan air,mengapa hanya berdiam diri sajah?

Sembari menangis putri memeluk erat sang adik,putri menjelaskan dengan suara serak."kita harus tetap disini dulu.kita tidak bisa kemana-mana".

Kemudian putri membangunkan sang ayah yang berusia paruh Baya,kembali menegok di bilik kamar sebelah,sang adik Fitri berusia 3 tahun tertidur ditengah genangan air yang hampir mencapai rak tidurnya,bergegas putri mengendong Fitri.Putri menatap air yang semakin tinggi,diluar hujan masih turun,namun putri merasa ada sesuatu yang berubah,air yang membanjiri tanah bukanlah sebuah ancaman melainkan sebuah ujian.

Banjir tidak akan mengalahkan mereka,putri memeluk erat ayah dan kedua adiknya,bibirnya bergetar mengucap do'a pada tuhan,hentikanlah curahan hujan untuk ke3 manusia yang paling ku cinta,deras hujan,gemuruh petir,air yang hampir menelan pondok kumuh tempat mereka bertahan hidup,seketika reda menjadi tenang,langit gelap berubah terang,malam kelam dipenuhi bintang indah.

"Syukurlah hujan sudah Redah ucap putri",

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun