"Selama beberapa bulan terakhir, saya mengumpulkan bukti tentang penyalahgunaan dana ini. Dan pelakunya adalah..." Arya berhenti, menatap langsung ke arah Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan yang duduk di barisan khusus.
"...Bapak Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan."
Teriakan dan seruan kaget memenuhi aula. Sang Wakil Rektor berdiri, wajahnya merah padam. "Itu fitnah! Kamu tidak punya bukti!" serunya keras.
Arya tetap tenang. "Saya punya bukti transfer uang, dokumen palsu, dan nama-nama penerima fiktif. Semua sudah saya serahkan ke tim audit internal."
Wakil Rektor tampak panik. Ia berusaha meninggalkan aula, tetapi petugas keamanan segera menghadangnya.
"Ini tidak akan berakhir baik untukmu!" teriaknya pada Arya.
Setelah kejadian itu, nama Arya menjadi pembicaraan seluruh kampus. Ia dipuji sebagai pahlawan, tetapi juga menghadapi ancaman dari kelompok yang merasa dirugikan. Malam itu, ia menerima surat ancaman di pintu kosnya.
"Berhenti sekarang, atau nyawamu jadi taruhan."
Namun Arya tidak gentar. Bersama Nara, Alif, dan beberapa teman lainnya, ia melaporkan semua ancaman itu ke pihak kampus dan polisi.
Hari terakhir sidang etik, Arya berdiri di aula, kali ini bukan sebagai pelapor, tetapi sebagai pembicara utama.
"Berbuat baik tidak selalu mudah. Kadang kita harus menghadapi ketakutan, ancaman, bahkan pengkhianatan. Tapi ingat, tiga hal terpenting dalam hidup adalah berbuat baik, berbuat baik, dan berbuat baik."