Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Emosi

28 November 2024   10:13 Diperbarui: 28 November 2024   14:18 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi jangan emosian. dokpri

Beberapa hari kemudian, Arga bertemu dengan Pak Karyo, seorang petani tua yang selalu bekerja dengan tekun, meski hidupnya sederhana. Arga, yang merasa lebih unggul karena status sosialnya, berbicara dengan nada merendahkan.

"Pak Karyo, masih saja bekerja keras? Bukankah umurmu sudah lanjut? Kenapa tidak berhenti dan menikmati hidup?"

Pak Karyo mengangkat pandangannya dengan penuh kebijaksanaan, meskipun tubuhnya lelah, matanya tetap hidup. "Arga, hidup ini bukan hanya soal apa yang bisa kita raih. Hidup ini soal bagaimana kita memberi, bagaimana kita merasakan keberkahan dalam setiap hal kecil yang kita lakukan."

Arga tersenyum sinis. "Tentu saja, Pak. Pasti lebih enak hidup seperti itu, tanpa beban, tanpa ambisi. Tapi itu bukan hidup yang aku inginkan."

Pak Karyo tersenyum, seakan sudah mengetahui apa yang akan terjadi. "Kau muda, Arga. Punya banyak tenaga, punya banyak ambisi. Tapi ingat, semakin besar ambisi, semakin besar pula beban yang harus kau pikul. Kebahagiaan yang sejati datang ketika kita bisa merasakan kedamaian, bukan hanya dari apa yang kita raih, tetapi dari apa yang kita berikan."

Arga merasa tersinggung dan berjalan pergi, meninggalkan Pak Karyo dengan tatapan penuh makna. "Apa yang dia tahu tentang hidup?" pikirnya.

Namun, semakin hari, semakin terasa ada yang hilang. Arga mulai merasa terperangkap dalam dunia yang ia bangun sendiri. Harta dan kesuksesan tidak bisa memberi kebahagiaan yang ia harapkan. Ia mulai merasakan kegelisahan yang datang saat malam tiba---kesepian meski dikelilingi segala yang ia anggap berharga.

Pagi itu, Arga memutuskan untuk menemui Bu Lestari lagi. Kali ini, bukan dengan sikap sombong, melainkan dengan kerendahan hati yang baru. Ia merasa ada yang harus diperbaiki dalam hidupnya, tapi ia tidak tahu apa.

"Bu Lestari," Arga berkata pelan. "Saya merasa kosong, meskipun saya sudah meraih banyak. Apa yang salah dengan saya?"

Bu Lestari menatap Arga dalam-dalam, seakan bisa melihat luka di hati Arga yang tersembunyi. "Arga, terkadang kita terlalu sibuk mencari kebahagiaan di luar sana, di dunia yang penuh dengan hiruk-pikuk dan persaingan. Tetapi kebahagiaan sejati ada di dalam hati, dalam cara kita melihat hidup. Cobalah untuk merubah cara pandangmu."

Arga terdiam, kata-kata Bu Lestari menyentuh jantungnya. "Bagaimana caranya, Bu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun