Lila terjatuh di depan pintu rumah mereka. "Ayah... aku..." Kata-kata itu terhenti ketika matanya menutup.
Pak Rauf panik, mencoba membangunkan Lila. "Lila! Bangun! Jangan tinggalkan aku!" Ia menangis, pertama kali dalam hidupnya, benar-benar menangis.
Lila meninggal akibat komplikasi penyakit yang selama ini ia sembunyikan. Pak Rauf merasa seperti seluruh dunia runtuh. Namun, di saat-saat terakhir itu, Lila sempat memberikan sebuah pesan yang sangat berarti.
"Ayah... percayalah... tidak ada yang sia-sia. Aku telah melakukannya bukan hanya untuk diriku, tapi juga untuk kita semua."
Pak Rauf duduk di samping tubuh Lila yang terbaring kaku. Hujan di luar semakin reda. Pelangi mulai muncul di cakrawala.
Pak Rauf menatap langit, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia mengerti arti kata-kata Lila. Semua yang ia tabur selama ini, takut dan cemas, akhirnya berbuah... kesadaran. Meskipun terlambat, ia tahu bahwa dunia ini tidak hanya untuk mereka yang tak pernah berani bermimpi, tetapi juga untuk mereka yang berani mengejarnya.
Dan pada akhirnya, meskipun badai datang dan pergi, selalu ada pelangi setelahnya. Tuhan memberi pelangi di setiap badai, senyum di setiap air mata, berkah di setiap cobaan, dan jawaban di setiap doa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H