Ponco:
Oh, jadi Ibrahim dengan cerdik menunjukkan kebodohan penyembahan berhala itu.
Silo:
Benar sekali. Lalu, mari kita bayangkan situasinya: Ibrahim dibawa oleh petugas kerajaan, yang tampaknya cukup dilengkapi dengan senjata tradisional seperti pedang dan tombak, menuju ke kuil yang ada di kota Ur. Ur sendiri terletak di pantai timur Teluk Persia, di mana dari Babilonia, kita harus bergerak lebih jauh ke selatan.
Ponco:
Oh, jadi Ur itu kota yang jauh juga ya?
Silo:
Iya, dan petugas itu membawa Ibrahim untuk dihadapkan kepada Raja Namrud. Ibrahim kemudian diinterogasi langsung di dalam kuil, bukan di balairung istana seperti yang banyak orang bayangkan. Di kuil itulah, Raja Namrud bertanya kepada Ibrahim tentang penghancuran patung-patung, yang menurut desas-desus, dilakukan oleh Ibrahim.
Ponco:
Lalu, bagaimana reaksi Ibrahim terhadap pertanyaan Raja Namrud?
Silo:
Ibrahim menjawab dengan tenang, "Tuan Raja, saya tidak mengerti. Mengapa paduka mencurigai saya yang menghancurkan patung-patung itu, sementara patung besar itu malah dikelilingi oleh palu, yang mungkin digunakan oleh patung itu untuk menghancurkan teman-temannya?" Dengan cara ini, Ibrahim tidak hanya membela diri, tetapi juga mengekspos kebodohan penyembahan terhadap benda mati.
Ponco:
Tapi Raja Namrud pasti marah dengan jawaban Ibrahim, kan?
Silo:
Raja Namrud terkejut dan langsung membantah, "Apakah kau sudah gila, anak muda? Patung itu tidak bisa berbicara, apalagi melakukan apa pun!"
Ponco:
Lalu Ibrahim jawab apa?
Silo:
Ibrahim tersenyum mendengar jawaban Raja Namrud, lalu dengan bijak menjawab, "Betul, patung itu tidak bisa berbicara. Namun, seperti itulah Tuhan yang sejati, yang Maha Kuasa. Patung-patung itu hanyalah benda mati."
Ponco:
Wah, hebat sekali jawaban Ibrahim. Jadi, semua orang yang mendengar pun terheran-heran, ya?