Silo: Dalam tradisi agama, Ibrahim diyakini lahir di Ur. Dia adalah anak Azar---atau Terah dalam tradisi lain. Setelah itu, keluarganya pindah ke Haran. Haran ini juga penting dalam perjalanan hidup Ibrahim.
Ponco: Ibrahim hidup di zaman siapa? Ada raja terkenal nggak waktu itu?
Silo: Ada seorang raja Akkadia terkenal bernama Naram-Sin. Dia memperluas kekaisarannya hingga wilayah Babilonia kuno. Tradisi agama kadang menghubungkan zaman ini dengan sosok Nimrod, atau Namrud dalam Islam. Tapi apakah Naram-Sin sama dengan Nimrod? Itu masih jadi perdebatan panjang di kalangan sejarawan dan ahli tafsir.
Ponco: Jadi, mereka ini lebih ke legenda atau sejarah?
Silo: Bisa dibilang keduanya. Naram-Sin itu tokoh sejarah nyata, sementara Nimrod atau Namrud lebih banyak disebut dalam tradisi keagamaan. Meski begitu, tradisi lisan menyebutkan bahwa Ibrahim hidup di masa yang kurang lebih sama dengan Naram-Sin.
Ponco: Ibrahim waktu itu ngajak orang-orang buat menyembah Tuhan yang satu ya?
Silo: Benar sekali. Di tengah budaya Mesopotamia yang penuh dengan dewa-dewi, Ibrahim membawa pesan keimanan kepada satu Tuhan. Dalam Al-Qur'an, Torah, dan Alkitab, dia digambarkan sebagai figur sentral yang menolak penyembahan berhala, bahkan melawan keyakinan dominan saat itu.
Ponco: Wah, berani banget ya, Mas. Ngomong-ngomong, kenapa dia pindah dari Ur ke Haran?
Silo: Ada banyak alasan yang disebutkan, baik sosial, politik, maupun spiritual. Tapi yang jelas, Haran menjadi titik awal perjalanan besar Ibrahim dalam membawa pesan keimanan, yang kemudian dikenal di tiga agama besar: Islam, Kristen, dan Yahudi.
Ponco: Mas Silo, kalau nggak ngobrol kayak gini, mana aku tahu kalau sejarahnya sekeren ini.
Silo: Sama-sama, Ponco. Sejarah itu jendela ke masa lalu, dan Ibrahim salah satu figur yang mengajarkan kita untuk selalu mencari kebenaran, walaupun penuh tantangan.