OLEH: Khoeri Abdul Muid
Soal nasib. Meski bagai langit- bumi. Ponco dan Silo merupakan teman berkelindan. Teman sinorowedi. Teman securahan hati.
Berlatarbelakang yang lain. Pendidikan Ponco mandeg sampai jenjang SMA. Sementara Silo berkesempatan mengenyam ilmu di IKIP Yogyakarta hingga S-3.
Beruntung mereka bekerja dalam lingkungan yang sama. Silo meskipun masih muda sudah dipercaya menjadi asisten Bupati. Sementara Ponco, pasukan Satpol PP. Sehingga hampir saban hari pasca-bekerja. Ponco dan Silo mengistiqomahkan kebiasaan lama. Kongko-kongko. Ngopi-ngopi. Tapi no smoking.
Sebenarnya, saat di SD, rangking Ponco lebih baik dari Silo. Sehingga meski senjang taraf pendidikannya, tapi Ponco mampu mengimbangi Silo saat bergulat pikir dalam 'guyon maton' mereka.
Asiknya, dua-duanya hoby membaca buku-buku tebal dan menulis di blog "Nitizen_Bersatu".
Ya. Mereka sering berdiskusi soal apa saja. Se-mood mereka.
Kali ini mereka berdiskusi tentang Jejak Ibrahim dan Warisan Spiritualnya.
Ponco: Mas Silo, pernah dengar tentang kota Ur? Katanya, itu tempat Nabi Ibrahim lahir ya? Kok namanya Ur sih?
Silo: Ya, Ponco. Kota Ur itu memang disebut sebagai tempat kelahiran Ibrahim dalam beberapa tradisi. Nama Ur sendiri berasal dari bahasa Akkadia, yang artinya "kota."
Ponco: Bahasa Akkadia itu apa? Kok aku baru dengar.
Silo: Akkadia itu bahasa kuno yang termasuk dalam rumpun bahasa Semitik, seperti bahasa Arab dan Ibrani. Bangsa Akkadia menggunakannya saat mereka mendominasi wilayah Mesopotamia, terutama setelah peradaban Sumeria mulai melemah.
Ponco: Mesopotamia itu di mana? Kedengarannya keren banget.
Silo: Mesopotamia adalah wilayah di antara dua sungai besar, Tigris dan Efrat. Herodotus, seorang sejarawan Yunani kuno, menyebutnya seperti itu. Kalau zaman sekarang, letaknya ada di Iraq. Bahkan, nama Iraq itu berasal dari kata Arab 'araq, yang artinya "ranting" atau "cabang." Nama itu menggambarkan daerah subur dengan banyak aliran sungai kecil, terutama di bagian selatan.
Ponco: Jadi, kota Ur itu dibangun oleh orang Sumeria ya?
Silo: Betul, bangsa Sumeria kemungkinan besar yang membangun kota Ur. Tapi nama Ur itu diberikan oleh bangsa Akkadia, yang datang setelahnya.
Ponco: Kok bisa beda nama? Bahasa mereka beda banget ya?
Silo: Tepat. Bahasa Sumeria itu unik, disebut bahasa isolat. Artinya, tidak punya hubungan dengan bahasa lain di dunia. Sementara itu, bahasa Akkadia termasuk rumpun Semitik, jadi punya banyak "saudara," seperti bahasa Arab dan Ibrani.
Ponco: Bahasa isolat? Itu kayak gimana?
Silo: Contohnya, seperti bahasa Ainu di Jepang. Itu bahasa isolat juga, yang digunakan oleh kelompok etnis asli di Hokkaido. Bahasa isolat seperti ini biasanya tidak berhubungan dengan bahasa lain, sehingga berdiri sendiri.
Ponco: Wah, baru tahu. Terus, gimana ceritanya kota Ur sama Nabi Ibrahim?
Silo: Dalam tradisi agama, Ibrahim diyakini lahir di Ur. Dia adalah anak Azar---atau Terah dalam tradisi lain. Setelah itu, keluarganya pindah ke Haran. Haran ini juga penting dalam perjalanan hidup Ibrahim.
Ponco: Ibrahim hidup di zaman siapa? Ada raja terkenal nggak waktu itu?
Silo: Ada seorang raja Akkadia terkenal bernama Naram-Sin. Dia memperluas kekaisarannya hingga wilayah Babilonia kuno. Tradisi agama kadang menghubungkan zaman ini dengan sosok Nimrod, atau Namrud dalam Islam. Tapi apakah Naram-Sin sama dengan Nimrod? Itu masih jadi perdebatan panjang di kalangan sejarawan dan ahli tafsir.
Ponco: Jadi, mereka ini lebih ke legenda atau sejarah?
Silo: Bisa dibilang keduanya. Naram-Sin itu tokoh sejarah nyata, sementara Nimrod atau Namrud lebih banyak disebut dalam tradisi keagamaan. Meski begitu, tradisi lisan menyebutkan bahwa Ibrahim hidup di masa yang kurang lebih sama dengan Naram-Sin.
Ponco: Ibrahim waktu itu ngajak orang-orang buat menyembah Tuhan yang satu ya?
Silo: Benar sekali. Di tengah budaya Mesopotamia yang penuh dengan dewa-dewi, Ibrahim membawa pesan keimanan kepada satu Tuhan. Dalam Al-Qur'an, Torah, dan Alkitab, dia digambarkan sebagai figur sentral yang menolak penyembahan berhala, bahkan melawan keyakinan dominan saat itu.
Ponco: Wah, berani banget ya, Mas. Ngomong-ngomong, kenapa dia pindah dari Ur ke Haran?
Silo: Ada banyak alasan yang disebutkan, baik sosial, politik, maupun spiritual. Tapi yang jelas, Haran menjadi titik awal perjalanan besar Ibrahim dalam membawa pesan keimanan, yang kemudian dikenal di tiga agama besar: Islam, Kristen, dan Yahudi.
Ponco: Mas Silo, kalau nggak ngobrol kayak gini, mana aku tahu kalau sejarahnya sekeren ini.
Silo: Sama-sama, Ponco. Sejarah itu jendela ke masa lalu, dan Ibrahim salah satu figur yang mengajarkan kita untuk selalu mencari kebenaran, walaupun penuh tantangan.
Ponco tersenyum, sambil mencatat hal-hal penting di ponselnya. Diskusi sederhana itu membuatnya semakin tertarik mendalami kisah-kisah besar dalam sejarah dan agama.
BERSAMBUNG.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI