OLEH: Khoeri Abdul Muid
Dini selalu percaya hidup adalah tentang pilihan. Ia memilih untuk tersenyum meski hatinya perih, memilih untuk berdiri meski dunianya runtuh. Namun, kepercayaan itu mulai goyah ketika pilihan-pilihan yang ia buat terasa seperti tali yang semakin mencekiknya.
Dini menikah dengan Yuda, seorang pria ambisius yang pernah ia pikir akan menjadi pelindungnya. Namun, ambisi Yuda berubah menjadi ketamakan. Ia berselingkuh, meninggalkan Dini dengan luka yang tak mampu sembuh oleh waktu. Saat akhirnya mereka bercerai, Dini mengumpulkan sisa-sisa dirinya dan memulai hidup baru sebagai pelayan kafe.
Di sinilah ia bertemu Aditya, seorang pria sederhana yang selalu datang pada pukul lima sore, memesan kopi hitam tanpa gula. Hari demi hari, obrolan mereka berkembang dari basa-basi menjadi percakapan yang dalam. Aditya selalu ada untuk Dini, menghapus sisa-sisa bayang kelam yang ditinggalkan Yuda.
Namun, takdir sering kali bermain-main.
Di suatu sore yang cerah, Dini membuka pintu kafe dan mendapati Yuda duduk di sudut ruangan. Wajah pria itu tampak lebih tua, tetapi matanya penuh dengan harapan. "Aku ingin kita kembali," katanya setelah kafe tutup.
Dini hanya diam, dadanya sesak. Setelah semua luka, Yuda kembali seperti badai yang tiba-tiba menerjang tenangnya lautan.
"Kenapa sekarang?" tanya Dini lirih.
"Aku menyesal," jawab Yuda. "Aku sadar, kamu adalah satu-satunya tempatku pulang."
Dini tahu Aditya tidak akan pernah menyakitinya seperti Yuda. Tapi Yuda adalah bagian dari masa lalunya, bagian yang masih ia simpan meski dengan kemarahan.