Bertahun-tahun kemudian, Pak Aryo tetap tinggal di rumah itu, sendiri. Pohon mangga di halaman depan telah mati, tak pernah lagi berbuah. Para tetangga sering melihat Pak Aryo duduk di bawah pohon itu, memandangi ranting-ranting kering sambil berbicara kepada angin.
"Ratmi... Kalau aku mendengarkanmu dulu... Mungkin pohon ini masih hidup. Mungkin rumah ini masih penuh tawa..."
Cerita Pak Aryo dan Bu Ratmi menjadi pelajaran bagi banyak pasangan di desa. Mereka yang mendengar kisah itu mengingatkan diri bahwa dalam tembayatan urip, yang dibutuhkan adalah lembah manah lan ajen-ingajenan. Sebab, kekerasan hati hanya meninggalkan kehampaan. Dan penyesalan, meski sekeras apa pun, tak pernah bisa mengembalikan yang telah hilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H