Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Runtuhnya Sebuah Rumah

22 November 2024   07:19 Diperbarui: 22 November 2024   07:20 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Malam itu, hujan turun deras, memukul genteng rumah kecil di pinggir desa. Pak Aryo berdiri di ambang pintu, menatap ladang yang perlahan tergenang air. Di dalam rumah, Bu Ratmi duduk dengan mata sembab, kedua anak mereka tertidur di sudut kamar.

"Kenapa semua harus menurut kamu, Aryo?" suara Bu Ratmi pecah di tengah keheningan. "Apa aku ini cuma bayangan di rumah ini?"

Pak Aryo menghela napas panjang. Ia tak langsung menjawab, hanya menatap istrinya dengan pandangan lelah. "Aku yang bekerja, Ratmi. Aku yang tahu apa yang terbaik untuk keluarga ini."

"Bekerja? Iya, kamu bekerja," balas Bu Ratmi, suaranya bergetar. "Tapi kapan terakhir kali kamu bertanya, apa aku bahagia? Apa anak-anak kita bahagia?"

Pak Aryo menoleh ke arah kamar. Ia tahu Bu Ratmi benar. Suara tawa anak-anak mereka semakin jarang terdengar. Namun, harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakui kesalahan.

"Ratmi, aku sudah cukup lelah di ladang. Jangan tambahi bebanku dengan keluhan seperti ini," jawabnya dingin, lalu masuk ke kamar tanpa memedulikan air mata istrinya.

Benih Kekerasan Hati

Pagi itu, Pak Aryo bangun lebih awal. Ia menyiapkan cangkul dan keranjang rotan, bersiap menuju sawah. Namun, saat ia membuka pintu depan, ia menemukan pohon mangga di halaman tampak layu. Pohon itu dulu mereka tanam bersama, saat awal menikah.

Ia menatap pohon itu sejenak, tapi tak memberi perhatian lebih. Ia merasa ada hal-hal yang lebih penting daripada pohon kecil yang mulai kering.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun