OLEH: Khoeri Abdul Muid
Durasi belajar 7 jam sehari di sekolah telah menjadi standar yang diterima di Indonesia dengan tujuan mulia: meningkatkan kualitas pembelajaran dan membekali siswa dengan berbagai ilmu pengetahuan.
Namun, kenyataannya banyak siswa merasa terjebak dalam rutinitas ini.
Waktu mereka terkuras untuk belajar, mengerjakan tugas, dan mengikuti les tambahan.
Akibatnya, potensi mereka untuk mengeksplorasi kreativitas, bersosialisasi, bahkan merenungkan masa depan seringkali terabaikan.
Apakah sistem ini benar-benar efektif? Ataukah hanya menciptakan generasi yang cerdas secara akademis tetapi rapuh dalam menghadapi dunia nyata?
Jam sekolah yang panjang, meskipun diniatkan baik, sering kali menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan, seperti menurunnya motivasi belajar, minimnya ruang untuk mengeksplorasi minat, dan hilangnya kesempatan untuk refleksi diri.
Semua ini mengarah pada generasi yang hanya terampil dalam hal akademik, namun kurang siap menghadapi tantangan hidup setelah lulus.
Mengapa Perubahan Dibutuhkan?
Pendidikan ideal seharusnya tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pada perkembangan holistik siswa---baik dari segi intelektual, emosional, maupun kreativitas.
Banyak negara, seperti Finlandia, telah membuktikan bahwa durasi belajar yang lebih pendek, namun fokus dan intensif, mampu menghasilkan siswa yang lebih kreatif dan produktif.
Di Finlandia, misalnya, jam sekolah hanya sekitar 4-5 jam sehari, sementara sisa waktu dimanfaatkan untuk mengembangkan minat siswa, bermain, atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Ini adalah model yang lebih seimbang dan dapat mengarah pada kesejahteraan siswa secara keseluruhan.
Namun, muncul pertanyaan skeptis: "Apa yang akan dilakukan siswa jika mereka pulang lebih awal? Apakah mereka tidak akan hanya berkeliaran tanpa tujuan atau melakukan aktivitas yang tidak jelas?"
Kekhawatiran ini memang ada, namun jawabannya terletak pada bagaimana kita membimbing siswa untuk memanfaatkan waktu luang mereka dengan cara yang lebih produktif dan bermakna.
1. Pendidikan yang Mengajarkan Manajemen Waktu
Dengan waktu yang lebih fleksibel, siswa bisa diajarkan untuk mengelola waktu mereka dengan bijaksana. Tidak hanya tentang mengurangi jam sekolah, tetapi juga memberikan keterampilan manajemen waktu yang baik.
Siswa dapat diajarkan untuk memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan yang produktif, seperti membaca, berolahraga, atau mengembangkan keterampilan lain. Ini akan membantu mereka belajar untuk membuat keputusan yang lebih baik mengenai bagaimana menghabiskan waktu mereka.
2. Peran Orang Tua dan Lingkungan
Waktu di luar sekolah sangat bergantung pada pengawasan orang tua dan lingkungan sekitar. Jika anak pulang lebih awal, orang tua dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk lebih terlibat dalam proses pendidikan anak, mendiskusikan tugas sekolah, atau bahkan memfasilitasi mereka dalam kegiatan produktif lainnya, seperti keterampilan seni atau teknologi.
Dengan demikian, kegiatan yang mereka lakukan di luar sekolah bisa lebih terarah dan bermanfaat bagi perkembangan mereka.
3. Mendorong Kegiatan Non-Akademik
Sistem pendidikan yang ideal juga harus memberikan ruang bagi kegiatan seni, olahraga, dan komunitas. Kegiatan ekstrakurikuler ini penting untuk mengasah keterampilan kerja sama, kepemimpinan, dan kreativitas siswa.
Jika siswa diberikan lebih banyak waktu untuk terlibat dalam kegiatan non-akademik, mereka bisa mengeksplorasi minat mereka lebih dalam dan mempersiapkan diri untuk karier yang lebih beragam di masa depan.
4. Memberikan Waktu untuk Eksplorasi Mandiri
Dengan jadwal yang lebih fleksibel, siswa dapat diberi kesempatan untuk mengeksplorasi hal-hal yang mereka minati secara mandiri. Mereka bisa membaca buku, menjalankan proyek pribadi, atau terlibat dalam kegiatan masyarakat.
Ini tidak hanya memperluas wawasan mereka, tetapi juga membantu mereka menemukan tujuan hidup yang sesuai dengan passion mereka.
5. Peran Guru sebagai Fasilitator
Penting untuk mengubah peran guru dari sekadar penyampai materi menjadi fasilitator yang membantu siswa mengeksplorasi potensi diri mereka.
Dengan peran ini, guru tidak hanya mengajarkan pelajaran akademik, tetapi juga memberi arahan bagi siswa untuk mengembangkan minat dan keterampilan di luar kelas.
6. Pendidikan yang Berfokus pada Masa Depan
Pendidikan yang hanya berfokus pada angka dan nilai akan menghasilkan siswa yang unggul di atas kertas, tetapi kurang siap menghadapi tantangan dunia nyata.
Pendidikan yang ideal harus mempersiapkan siswa untuk memahami dunia di sekitar mereka, menemukan peran mereka, dan menjadi pribadi yang mandiri serta bermakna. Jika siswa memiliki waktu lebih banyak untuk berkembang, mereka akan lebih siap untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan peluang dan tantangan.
Kesimpulan
Jam sekolah yang panjang, meskipun dirancang dengan niat baik, sering kali justru membatasi potensi siswa untuk berkembang lebih jauh.
Dengan mempersingkat jam sekolah dan memberi waktu untuk kegiatan eksplorasi diri yang terarah, siswa dapat lebih kreatif, mandiri, dan siap menghadapi tantangan kehidupan nyata.
Perubahan ini membutuhkan keberanian untuk berpikir ulang tentang sistem pendidikan yang ada, serta dukungan dari semua pihak---baik pemerintah, sekolah, guru, maupun orang tua---untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga kreatif dan siap menghadapi masa depan.
Mengapa kita harus berani berubah?
Karena dengan memberikan siswa kebebasan yang lebih besar untuk mengeksplorasi dan mengembangkan diri mereka, kita membuka pintu bagi lahirnya generasi yang lebih bijaksana, mandiri, dan penuh potensi.
Itulah pendidikan yang sejati---pendidikan yang tidak hanya mencetak siswa berprestasi di bidang akademik, tetapi juga membentuk individu yang seimbang dan bermakna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H