Tapi ia tak bisa menahan senyumnya yang akhirnya berubah menjadi cengiran, dan menambahkan dengan gaya khasnya, "Resilient tuh... artinya apa coba? Bukan 'resi-nya Lient,' ya!" Gurauan itu membuat mereka tertawa lagi. Ia memang tidak pernah gagal membuat suasana menjadi cair, bahkan di saat-saat yang seharusnya penuh keharuan ini.
Saat akhirnya ia melangkah mundur dan menutup pidato dengan salam perpisahan, semua orang terdiam. Ada rasa hampa yang muncul setelah gelak tawa mereda. Perlahan, para guru menyadari, ini bukan lelucon. Ia benar-benar akan pergi.
Namun demikian, perpisahan tak pernah benar-benar berarti hilang. Selama bertahun-tahun, mereka telah tertawa, menangis, dan belajar bersama. Dan itulah yang akan terus hidup, menjadi kekuatan mereka di hari-hari yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H