OLEH: Khoei Abdul Muid
Apa dampak pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang bagi masa depan ekonomi dan sumber daya manusia di Indonesia?Â
Pertemuan yang berlangsung di Beijing ini menghasilkan kesepakatan bisnis senilai lebih dari US$10 miliar atau sekitar Rp156,19 triliun. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa kerja sama ini diharapkan mampu mendukung pertumbuhan sektor industri di Indonesia dan mempererat hubungan diplomatik antara kedua negara.
Perspektif Ekonomi: Industrialisasi dan Investasi Asing
Kesepakatan besar ini memiliki potensi signifikan untuk mendorong industrialisasi di Indonesia. Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi klasik seperti Endogenous Growth Theory oleh Paul Romer (1986), investasi asing dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui akumulasi modal manusia dan transfer teknologi.
Dengan adanya FDI (Foreign Direct Investment) dari Tiongkok, perusahaan lokal diharapkan dapat memperoleh manfaat dari efek spillover teknologi dan keterampilan yang lebih maju, meningkatkan kualitas serta daya saing produk dalam negeri. Studi empiris menunjukkan bahwa negara-negara berkembang yang membuka diri terhadap FDI mengalami peningkatan PDB, penciptaan lapangan kerja, dan perbaikan kualitas produk secara signifikan.
Dari sisi empiris, data investasi asing langsung dari Tiongkok dalam dekade terakhir menunjukkan peningkatan tajam, khususnya di sektor infrastruktur dan manufaktur di Indonesia.
Dengan lebih dari Rp156 triliun investasi baru yang disepakati, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengakselerasi proses industrialisasi, dengan Tiongkok sebagai mitra strategis dalam teknologi dan pendanaan.
Perspektif Diplomasi Ekonomi: Membangun Kemitraan Strategis
Pertemuan ini mencerminkan pendekatan diplomasi ekonomi Indonesia dalam menjalin kemitraan strategis. Dalam konteks teori "interdependensi kompleks" dari Robert Keohane dan Joseph Nye (1977), negara-negara saat ini saling bergantung secara ekonomi dan sosial, sehingga kerja sama dalam diplomasi ekonomi menguntungkan kedua belah pihak dari segi stabilitas dan pertumbuhan.
Indonesia dan Tiongkok sama-sama dapat memanfaatkan kekuatan masing-masing untuk tujuan bersama melalui interdependensi ini. Selain itu, konsep soft power juga relevan dalam hal ini, mengingat bahwa Indonesia memanfaatkan hubungan ekonomi untuk memperkuat diplomasi dengan Tiongkok.
Dari perspektif data, kerja sama ini memperkuat tren hubungan bilateral yang semakin erat antara Indonesia dan Tiongkok, di mana Tiongkok telah menjadi salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Volume perdagangan bilateral meningkat pesat, sementara investasi di sektor infrastruktur terus bertumbuh, termasuk inisiatif Belt and Road.
Data dari Kementerian Investasi menunjukkan kontribusi Tiongkok yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur transportasi dan energi di Indonesia, yang sejalan dengan tujuan pertemuan ini untuk meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara.
Perspektif Pengembangan SDM: Meningkatkan Kualitas Pendidikan dan Keahlian
Selain aspek ekonomi, Indonesia juga menunjukkan minat untuk mengirim lebih banyak pelajar ke institusi pendidikan tinggi di Tiongkok. Rencana ini sejalan dengan teori Kapital Manusia dari Gary Becker (1964), yang menekankan bahwa investasi dalam pendidikan dan pelatihan adalah kunci utama untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Dengan menimba ilmu di negara maju dalam teknologi dan inovasi seperti Tiongkok, para pelajar diharapkan dapat kembali ke Indonesia dan menerapkan pengetahuan tersebut untuk memperkuat daya saing nasional.
Data dari Kementerian Pendidikan menunjukkan bahwa jumlah pelajar Indonesia yang menempuh studi di Tiongkok meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dengan mayoritas mengambil jurusan teknologi dan bisnis.
Sebagai bukti empiris, Tiongkok telah menunjukkan keberhasilan dalam program pengentasan kemiskinan yang menjadi inspirasi bagi Indonesia.
Dengan mengirimkan pelajar dan tenaga ahli ke Tiongkok, Indonesia dapat meningkatkan kualitas SDM, yang berperan penting dalam mendukung pembangunan nasional.
Tantangan Implementasi: Infrastruktur dan Kualitas SDM
Untuk memastikan keberhasilan kerja sama ini, Indonesia perlu menghadapi beberapa tantangan. Berdasarkan teori Path Dependency, keberhasilan pembangunan ekonomi sangat dipengaruhi oleh kondisi awal, termasuk kesiapan infrastruktur dan kualitas SDM.
Infrastruktur yang memadai menjadi prasyarat penting bagi pertumbuhan sektor industri, dan upaya untuk mendukung industrialisasi harus dilengkapi dengan pengembangan infrastruktur transportasi, energi, dan logistik yang solid.
Data menunjukkan bahwa infrastruktur di Indonesia masih menghadapi beberapa hambatan, terutama di wilayah-wilayah luar Jawa. Selain itu, kualitas SDM yang terbatas dalam teknologi canggih masih menjadi tantangan utama dalam adaptasi teknologi dari investasi asing.
Program pengiriman pelajar ke luar negeri diharapkan dapat mengatasi sebagian tantangan ini, namun harus diiringi dengan program pemanfaatan talenta agar pelajar yang kembali dapat berkontribusi maksimal di tanah air.
Menjaga Hubungan Diplomatik Jangka Panjang
Kemitraan ini memperlihatkan pentingnya menjaga hubungan diplomatik yang kuat dan berkelanjutan. Menjelang peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok, kerja sama ini menjadi landasan yang kokoh dalam mempererat hubungan di masa depan.
Bagi Tiongkok, Indonesia merupakan mitra strategis di ASEAN dan Asia Pasifik, khususnya dalam mengamankan rantai pasok industri.
Secara keseluruhan, kesepakatan ini menjadi harapan besar bagi Indonesia untuk mempercepat industrialisasi, meningkatkan kualitas SDM, dan mengentaskan kemiskinan.
Dengan pengelolaan yang cermat, investasi ini berpotensi membawa dampak positif jangka panjang bagi ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H