OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pembelajaran sejarah di banyak sekolah sering kali terasa membosankan, terutama bagi siswa yang hanya diminta untuk menghafal tanggal dan peristiwa.
Banyak guru sejarah menghadapi tantangan serupa, di mana siswa merasa tidak tertarik pada materi yang terkesan kronologis dan kurang relevan dengan kehidupan mereka.
Lantas, bagaimana cara agar pembelajaran sejarah menjadi lebih bermakna dan menyenangkan?
Salah satu solusinya adalah dengan mengintegrasikan metode pembelajaran inovatif dan interaktif seperti Modelling the Way (MTW). Metode ini tidak hanya mengandalkan hafalan fakta sejarah, tetapi mengajak siswa untuk lebih aktif terlibat dalam pembelajaran dengan memerankan peristiwa sejarah dalam konteks sosial yang lebih luas.
Teori Sejarah: Dua Sisi Sejarah menurut Ibnu Khaldun
Dalam memahami sejarah, pemikiran Ibnu Khaldun (1332-1406) memberikan perspektif penting. Ibnu Khaldun mengemukakan bahwa sejarah memiliki dua sisi: sisi luar yang mencatat perputaran kekuasaan dan sisi dalam yang menggali sebab-akibat peristiwa sejarah.
Sebagaimana dijelaskan dalam al-Muqoddimah, sejarah bukan sekadar catatan fakta, tetapi sebuah penalaran kritis untuk mencari kebenaran yang lebih dalam.
Konsep ini sangat relevan dalam pembelajaran sejarah di sekolah, di mana guru tidak hanya mengajarkan tanggal dan peristiwa, tetapi juga membantu siswa untuk memahami alasan di balik peristiwa sejarah tersebut.
Hal ini membantu siswa untuk berpikir lebih mendalam tentang konteks sosial, budaya, dan politik yang melatarbelakangi setiap kejadian.
Deep Learning dalam Pembelajaran Sejarah
Deep learning dalam pendidikan mengarah pada pembelajaran yang melibatkan pemahaman yang lebih dalam dan kontekstual terhadap materi yang dipelajari.
Dalam pembelajaran sejarah, deep learning mendorong siswa untuk mengaitkan peristiwa sejarah dengan kehidupan mereka, berpikir kritis tentang sebab-akibat, serta menghubungkan peristiwa sejarah dengan kondisi sosial yang lebih luas.
Pembelajaran seperti ini menuntut siswa untuk tidak hanya mengingat fakta, tetapi untuk menganalisis, merefleksikan, dan menghubungkan pengetahuan tersebut dengan pengalaman mereka.
Pembelajaran Sejarah yang Terjebak dalam Hafalan
Sering kali, pembelajaran sejarah di sekolah masih terjebak pada pendekatan yang mengutamakan hafalan tanggal dan peristiwa. Hal ini membuat siswa merasa jenuh dan kurang terlibat dalam materi yang diajarkan.
Sebuah penelitian di SD menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan klasikal dalam pembelajaran sejarah masih rendah, yaitu di bawah 55%. Salah satu penyebabnya adalah dominasi metode ceramah yang tidak mampu mengundang keterlibatan aktif siswa.
Sebagaimana disebutkan oleh Popham (2009), meskipun metode ceramah masih umum digunakan, ia sering kali tidak efektif untuk meningkatkan pemahaman mendalam, terutama dalam pelajaran sejarah yang membutuhkan analisis kritis.
Tantangan Guru dalam Pembelajaran Sejarah
Guru sejarah dihadapkan pada tantangan untuk menyederhanakan materi yang sering kali sangat kompleks dan luas, sekaligus membuatnya menarik dan mudah dipahami oleh siswa.
Oleh karena itu, metode ceramah sebaiknya dikombinasikan dengan pendekatan interaktif yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, sesuai dengan prinsip yang diajukan oleh Bruner (1960), yang menekankan pentingnya penemuan aktif dalam belajar.
Metode Modelling the Way (MTW): Pembelajaran yang Lebih Bermakna
Salah satu metode yang dapat mengatasi tantangan ini adalah Modelling the Way (MTW), yang dikembangkan oleh Silberman (2009).
 MTW adalah pengembangan dari metode bermain peran yang berfokus pada pembelajaran berbasis kerja sama kelompok. Di dalamnya, siswa bekerja bersama untuk mendemonstrasikan materi pelajaran yang telah dipelajari.
Agus Suprijono (2010) menyebutkan bahwa MTW memfasilitasi siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran, dengan mempraktikkan keterampilan yang telah mereka pelajari dalam skenario yang disiapkan bersama kelompok mereka.
Langkah-Langkah Penerapan MTW dalam Pembelajaran Sejarah:
- Setelah mempelajari topik tertentu, guru memilih subtopik yang membutuhkan keterampilan praktis baru.
- Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil untuk mendemonstrasikan keterampilan tersebut.
- Setiap kelompok diberi waktu 10-15 menit untuk membuat skenario.
- Kelompok berlatih memperagakan keterampilan yang telah dipelajari selama 5-7 menit.
- Setiap kelompok bergiliran mendemonstrasikan peragaan di depan kelas.
- Kelompok lain memberikan umpan balik terhadap demonstrasi tersebut.
- Guru memberikan penjelasan dan klarifikasi mengenai materi yang telah dipelajari.
Manfaat MTW dalam Pembelajaran Sejarah
MTW sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran sejarah, khususnya untuk mengajarkan fakta-fakta sejarah yang sering kali harus dihafal.
Dengan metode ini, siswa tidak hanya menghafal tanggal dan peristiwa, tetapi juga merasakan dan menghayati peran tokoh-tokoh sejarah dalam konteks sosial yang lebih luas. Pembelajaran sejarah yang demikian akan lebih bermakna dan relevan dengan kehidupan mereka.
Penelitian Hattie (2009) dalam Visible Learning menunjukkan bahwa pembelajaran aktif yang melibatkan pengalaman langsung, seperti yang ditawarkan oleh MTW, dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar secara signifikan.
MTW juga sangat fleksibel dan dapat diterapkan di berbagai jenis sekolah, tanpa terkendala oleh faktor geografis atau kondisi fisik sekolah.
Pembelajaran berbasis kelompok dan peragaan ini sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget (1952), di mana mereka belajar dengan paling efektif melalui pengalaman langsung dan pemecahan masalah nyata.
Kesimpulan
Penerapan metode MTW dalam pembelajaran sejarah di sekolah dasar dapat menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan pemahaman dan minat siswa terhadap mata pelajaran ini.
Dengan pendekatan yang lebih aktif dan menyenangkan, sejarah tidak lagi menjadi pelajaran yang membosankan dan hanya mengandalkan hafalan, melainkan sebuah pengalaman yang menghubungkan siswa dengan peristiwa dan tokoh-tokoh sejarah secara lebih mendalam.
Seperti yang diungkapkan oleh Vygotsky (1978), pembelajaran yang melibatkan interaksi sosial dan pengalaman langsung akan lebih efektif dalam membentuk pemahaman yang bermakna dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Dengan demikian, penggunaan MTW dalam pembelajaran sejarah diharapkan dapat mengubah cara pandang siswa terhadap sejarah, menjadikannya lebih hidup, relevan, dan menarik.
Pembelajaran sejarah akan menjadi pengetahuan yang tidak hanya dihafal, tetapi dipahami dan dihargai sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H