Rogers mengajukan konsep student-centered learning, di mana siswa menjadi pusat proses belajar, dengan guru sebagai fasilitator yang membantu siswa menemukan identitasnya.
Sementara konsep ini memiliki kemiripan dengan Merdeka Belajar, hanya saja Rogers tetap menekankan pentingnya pembentukan nilai dan karakter siswa, suatu aspek yang dianggap kurang optimal dalam implementasi teknis Merdeka Belajar saat ini.
Kritik Abdul Mu'ti terhadap Makna "Merdeka" dalam Merdeka Belajar
Abdul Mu'ti melihat adanya pergeseran makna "merdeka" dalam implementasi Merdeka Belajar saat ini.
Menurutnya, Merdeka Belajar cenderung menekankan kebebasan siswa dalam proses belajar secara teknis, seperti memilih materi atau metode, tanpa menekankan pendampingan mendalam yang sesuai dengan kebutuhan jiwa dan karakter siswa, sebagaimana yang ditekankan Dewantara.
Mu'ti menggarisbawahi bahwa dalam Merdeka Belajar, terlalu banyak penekanan pada aspek kemandirian teknis dan evaluasi standar, tetapi kurang menyentuh aspek pembinaan karakter dan keselarasan sosial-budaya yang sebenarnya diinginkan oleh Dewantara.
Survei dari Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menunjukkan bahwa meski 70% guru mendukung fleksibilitas dalam mengajar, banyak yang merasa kebijakan Merdeka Belajar terlalu terfokus pada aspek teknis dan kurang menekankan pada bimbingan moral serta karakter.
Ini menggarisbawahi kritik Mu'ti bahwa filosofi asli Dewantara lebih menekankan "pembebasan jiwa" ketimbang kemandirian teknis semata.
Perbedaan Makna "Merdeka" menurut Dewantara dan Merdeka Belajar
Makna Kebebasan
- Ki Hajar Dewantara: Dalam konteks Dewantara, kebebasan berarti perkembangan anak sesuai jati diri dan karakter, dengan bimbingan seorang pamong yang memahami perkembangan psikologis siswa. Guru berperan sebagai "orang tua" dalam lingkungan belajar, mengarahkan tanpa mengatur secara berlebihan, sehingga siswa tumbuh alami dan utuh.
- Merdeka Belajar: Di sisi lain, Merdeka Belajar menekankan fleksibilitas metode pembelajaran dan pengembangan kurikulum. Siswa dan guru diberikan keleluasaan dalam menentukan cara belajar, tetapi kritiknya adalah bahwa kebebasan ini terlalu teknis dan kadang mengabaikan kebutuhan emosional serta konteks budaya siswa.
Peran Guru
- Ki Hajar Dewantara: Dewantara memandang guru sebagai "pamong" yang tidak hanya mengayomi tetapi juga menjadi teladan moral. Dalam filsafat Dewantara, guru bukan sekadar fasilitator, tetapi sosok yang membimbing anak menemukan arah hidupnya.
- Merdeka Belajar: Dalam konsep Merdeka Belajar, guru lebih berperan sebagai fasilitator daripada pembimbing moral atau pamong.