Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka, Mengapa Sudah Saatnya Berhenti dan Beralih ke Pendekatan yang Lebih Tepat?

27 Oktober 2024   17:14 Diperbarui: 27 Oktober 2024   17:33 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo resmi Tut Wuri Handayani dari kemendikbud.com

Menurut penelitian oleh Barber dan Mourshed (2007), keberhasilan metode SCL bergantung pada interaksi intensif antara guru dan siswa, yang membutuhkan rasio guru-murid yang rendah.

Tanpa dukungan yang memadai, pendekatan ini malah menambah beban guru dan mengurangi efektivitas pembelajaran.

  1. Validasi Eksternal yang Tidak Selaras dengan Realitas Nasional
    Mengingat semua permasalahan yang telah dibahas, penting untuk mengevaluasi kembali tujuan dan dampak dari Kurikulum Merdeka dalam konteks pendidikan nasional.

Kurikulum Merdeka mendapatkan pujian dari Direktur OECD dalam podcast Kemendikbud, tetapi keberhasilan kurikulum seharusnya diukur dari dampaknya di lapangan, bukan sekadar apresiasi pihak asing.

Ketergantungan pada validasi eksternal yang tidak memahami kompleksitas pendidikan di Indonesia menunjukkan fokus yang lebih pada citra global ketimbang pemenuhan kebutuhan nyata siswa di dalam negeri.

Menurut teori konstruktivisme sosial oleh Lev Vygotsky, pendidikan seharusnya mengakar pada budaya dan konteks sosial siswa, yang mana keberhasilan kurikulum perlu diukur dengan mempertimbangkan faktor budaya, sosial, dan ekonomi lokal.

Kesimpulan

Mengingat belum memadainya bukti efektivitas, kesiapan infrastruktur dan tenaga pendidik, serta ketidakcocokan dengan kondisi sosial-budaya Indonesia, Kurikulum Merdeka dengan segala program ikutannya sebaiknya dihentikan secepatnya sebelum terlalu jauh berbuah mudharat ketimbang manfaat.

Pendidikan Indonesia lebih baik kembali pada pendekatan yang terstruktur, merata, dan sesuai konteks nasional yang lebih relevan dan efektif untuk diterapkan pada kondisi pendidikan Indonesia saat ini, sebagaimana esensi pesan Jusuf Kalla ketika kritisi Nadiem Makariem 7 September 2024 yang lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun