Menurut penelitian oleh Barber dan Mourshed (2007), keberhasilan metode SCL bergantung pada interaksi intensif antara guru dan siswa, yang membutuhkan rasio guru-murid yang rendah.
Tanpa dukungan yang memadai, pendekatan ini malah menambah beban guru dan mengurangi efektivitas pembelajaran.
- Validasi Eksternal yang Tidak Selaras dengan Realitas Nasional
Mengingat semua permasalahan yang telah dibahas, penting untuk mengevaluasi kembali tujuan dan dampak dari Kurikulum Merdeka dalam konteks pendidikan nasional.
Kurikulum Merdeka mendapatkan pujian dari Direktur OECD dalam podcast Kemendikbud, tetapi keberhasilan kurikulum seharusnya diukur dari dampaknya di lapangan, bukan sekadar apresiasi pihak asing.
Ketergantungan pada validasi eksternal yang tidak memahami kompleksitas pendidikan di Indonesia menunjukkan fokus yang lebih pada citra global ketimbang pemenuhan kebutuhan nyata siswa di dalam negeri.
Menurut teori konstruktivisme sosial oleh Lev Vygotsky, pendidikan seharusnya mengakar pada budaya dan konteks sosial siswa, yang mana keberhasilan kurikulum perlu diukur dengan mempertimbangkan faktor budaya, sosial, dan ekonomi lokal.
Kesimpulan
Mengingat belum memadainya bukti efektivitas, kesiapan infrastruktur dan tenaga pendidik, serta ketidakcocokan dengan kondisi sosial-budaya Indonesia, Kurikulum Merdeka dengan segala program ikutannya sebaiknya dihentikan secepatnya sebelum terlalu jauh berbuah mudharat ketimbang manfaat.
Pendidikan Indonesia lebih baik kembali pada pendekatan yang terstruktur, merata, dan sesuai konteks nasional yang lebih relevan dan efektif untuk diterapkan pada kondisi pendidikan Indonesia saat ini, sebagaimana esensi pesan Jusuf Kalla ketika kritisi Nadiem Makariem 7 September 2024 yang lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H