Risma dan Gus Hans menyoroti pentingnya jaringan langsung dengan pemilik pesantren, sebuah jaringan yang tidak bisa disentuh oleh pasangan calon lain.Â
Sementara itu, Khofifah dan Emil mengandalkan investasi kepemimpinan yang telah dibangun selama bertahun-tahun, menjalin hubungan yang erat dengan para kiai dan tokoh kultural. Tapi dalam pertarungan politik, apa yang lebih berharga: jaringan lama atau strategi baru?
Epilog: Pertarungan Abadi Manusia
Pada akhirnya, perjuangan tiga srikandi ini mengingatkan kita pada pertarungan abadi manusia untuk mencari pengaruh dan kekuasaan.Â
Seperti yang dikatakan Nietzsche, "Will to Power" adalah dorongan dasar setiap manusia untuk mendominasi dan memaksakan kehendak. Namun, apakah kekuasaan politik ini hanya tentang mendominasi, atau ada sesuatu yang lebih mendalam yang dicari?
Dalam filosofi hidup Jawa, kuasa bukanlah sesuatu yang harus dikejar mati-matian, melainkan sesuatu yang datang ketika seseorang telah mengatasi ego dan mencapai tingkat harmoni dengan diri dan lingkungannya.Â
Tiga srikandi ini tidak hanya bertarung untuk menang, tapi juga mencari makna yang lebih dalam dari kepemimpinan. Bagi mereka, mungkin kemenangan sejati bukan hanya dalam suara, tapi dalam bagaimana mereka menginspirasi perubahan di hati rakyat.
Tiga Srikandi di Jawa Timur kini bukan hanya nama, tapi simbol perjuangan wanita dalam menggapai kekuasaan dengan prinsip-prinsip yang mengakar kuat pada budaya dan teknologi modern. Kemenangan mereka adalah kemenangan filosofi hidup yang dipertaruhkan di tengah teknologi dan tradisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H