Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Zaken Kabinet, Antara Efektivitas Pemerintahan dan Stabilitas Politik di Bawah Sistem Presidensial

10 Oktober 2024   11:30 Diperbarui: 10 Oktober 2024   11:31 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam realitas politik Indonesia, Mada Sukmajati menggarisbawahi bahwa oposisi sering kali minim insentif untuk tetap di luar pemerintahan. Partai-partai politik cenderung lebih memilih berada dalam kabinet untuk memperoleh akses ke sumber daya negara, memperkuat basis politik mereka di daerah, dan mempertahankan relevansi dalam lingkup politik nasional. Ini menjelaskan mengapa dalam konteks Indonesia, Zaken Kabinet menghadapi tantangan yang unik. Partai politik, alih-alih berfungsi sebagai pengawas pemerintah dari luar, justru lebih memilih peran dalam pemerintahan. Konsekuensinya, pilihan presiden untuk membentuk kabinet yang lebih teknokratik bisa terbatas oleh tekanan politik.

Namun, ada sisi lain dari politik akomodasi ini. Dalam politik kekuasaan, kompromi menjadi bagian tak terelakkan. Penempatan politisi dalam kabinet bisa memberikan stabilitas jangka panjang, tetapi juga bisa memperlambat realisasi kebijakan. Sebaliknya, kabinet yang didominasi teknokrat mungkin menghasilkan kebijakan yang lebih cepat, tetapi berpotensi melemahkan dukungan politik yang diperlukan untuk jangka panjang.

Zaken Kabinet sebagai Solusi?

Dari perspektif politik modern, Zaken Kabinet sebenarnya menawarkan model yang relevan di tengah dinamika politik Indonesia yang kompleks. Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Presiden Joko Widodo, model ini telah diterapkan dalam beberapa posisi strategis seperti Menteri Keuangan dan Menteri Luar Negeri, yang sering diisi oleh profesional. Keberhasilan di dua posisi ini menunjukkan bahwa profesionalisme di bidang tertentu sangat diutamakan untuk menjaga kebijakan publik yang efektif dan objektif.

Namun, apakah model ini bisa diterapkan secara keseluruhan? Fakta bahwa sistem presidensial multipartai Indonesia memerlukan kompromi politik menimbulkan keraguan apakah Zaken Kabinet dapat diterapkan secara penuh tanpa mengorbankan stabilitas politik. Tantangan terbesar bagi presiden adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara kebutuhan politik praktis dan aspirasi untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien.

Pada akhirnya, konsep Zaken Kabinet mengajarkan kita bahwa di dalam politik, kesempurnaan adalah sesuatu yang ilusi. Yang bisa dilakukan adalah mencapai keseimbangan terbaik antara kepentingan politik dan profesionalisme teknokrat. Ini bukan hanya soal siapa yang duduk di kursi kabinet, tetapi bagaimana mereka bisa bekerja sama untuk menjawab tantangan zaman. Di sinilah letak filsafat politik dalam membentuk realitas pemerintahan: tidak ada satu sistem yang ideal, hanya sistem yang paling sesuai dengan tantangan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun