Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Zaken Kabinet, Antara Efektivitas Pemerintahan dan Stabilitas Politik di Bawah Sistem Presidensial

10 Oktober 2024   11:30 Diperbarui: 10 Oktober 2024   11:31 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Apakah kita bisa mengharapkan pemerintahan yang efektif jika stabilitas politik menjadi taruhannya? 

Pertanyaan ini menjadi relevan kembali saat gagasan Zaken Kabinet---kabinet yang terdiri dari teknokrat, profesional, dan politisi---muncul menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih di Indonesia. Konsep yang pernah dipopulerkan pada masa Kabinet Djuanda di era demokrasi liberal, kini hadir kembali dalam lanskap politik yang berbeda, yakni sistem presidensial dengan multipartai. Namun, apakah konsep ini masih sesuai, atau justru menyimpan tantangan baru?

Refleksi Filosofis: Politik di Antara Stabilitas dan Kompetensi

Filsafat politik mengajarkan kita bahwa pemerintahan adalah seni untuk mencapai keseimbangan antara banyak hal yang sering kali saling bertentangan: stabilitas versus kebebasan, efektivitas versus inklusivitas, serta efisiensi versus representasi. Dalam konteks Zaken Kabinet, dilema utamanya adalah antara stabilitas politik yang diraih melalui akomodasi kekuatan politik, dengan efektivitas kebijakan yang hanya bisa dicapai jika pemerintahan didominasi oleh teknokrat yang netral dan profesional.

Menurut pandangan filsafat politik, stabilitas politik merupakan prasyarat untuk keberlangsungan negara. Ketika berbagai kepentingan politik diakomodasi, negara memiliki fondasi kuat untuk menghindari konflik internal yang bisa menggoyahkan roda pemerintahan. Namun, stabilitas ini sering kali dicapai dengan mengorbankan efektivitas pemerintahan. Dalam sistem presidensial dengan banyak partai, presiden sering kali harus menghadapi godaan untuk memasukkan banyak tokoh politik ke kabinet demi menjaga dukungan politik, meski hal ini berpotensi memperlambat implementasi kebijakan yang substansial.

Teori Hukum dan Kekuasaan: Pembatasan atau Ekspansi?

Dari perspektif hukum dan teori kelembagaan, sistem presidensial Indonesia menempatkan presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, memberikan otoritas eksekutif yang luas. Namun, dalam praktiknya, presiden sering dihadapkan pada kendala politik yang berasal dari koalisi multipartai. Disinilah Zaken Kabinet menjadi menarik. Secara teori, penempatan teknokrat dan profesional di posisi strategis dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Namun, hukum politik multipartai yang menuntut akomodasi kepentingan dapat membatasi ruang gerak presiden.

Teori kelembagaan menyebut bahwa pembentukan kebijakan yang efektif memerlukan struktur yang jelas, namun juga fleksibel untuk merespons tantangan politik dan sosial. Di sinilah letak paradoks dalam penerapan Zaken Kabinet di era modern. Keseimbangan antara menjaga sistem politik yang representatif dengan mempercepat laju kebijakan adalah tantangan yang sulit ditaklukkan.

Politik Praktis: Kekuasaan dan Akomodasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun