"Tenang saja, aku akan baik-baik saja," jawabku, meski perutku terasa mual.
Setelah mereka pergi, suasana menjadi sunyi. Dalam ketenangan malam, aku mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Lampu kamar berkedip, dan bayangan-bayangan kecil menari di dinding. Hatiku berdebar kencang. "Hanya imajinasiku," kataku berusaha menenangkan diri.
Namun, saat terlelap, suasana tiba-tiba berubah. Aku merasa ada sesuatu yang mendekat, sosok tinggi besar dengan bayangan menyerupai gorila. Suara beratnya menggema di telingaku, seolah mengguncang jiwaku.
"Tolong... siapa itu?" tanyaku dalam hati, tetapi tak ada jawaban.
Tangan besar dan berkuku itu mulai meremas lenganku. Rasanya seperti belati yang menusuk. "Ayo, bangun! Siapa pun kamu, pergi!" teriakku dalam pikiran, tapi tubuhku tak bisa bergerak.
Dalam kepanikan, aku berusaha membaca lafadz Allah, tetapi mulutku terasa kaku. "Ya Allah, berikan aku kekuatan..." Dalam ketakutan yang melumpuhkan, hatiku bertekad, "Aku tidak akan kalah!"
Rasa sakit itu semakin menjadi. Dengan segala upaya, aku memanggil nama-Nya, "Lafadz Allah..." Suaraku bergetar, terpaksa melawan ketakutan. Perlahan, cengkeraman kuku makhluk itu mulai melonggar.
Saat sosok itu menarik diri, aku bisa melihat sekilas wajahnya---matanya hitam pekat, kosong, dan penuh amarah. Rasanya seperti ditusuk oleh pandangannya. "Jangan pergi... tolong," desahku pelan, terjaga dari ketakutan.
Saat makhluk itu mundur, hembusan angin dingin menghempaskanku kembali ke ranjang. Dengan sekali tatap, aku merasakan kehadirannya semakin menjauh, tetapi bukan tanpa meninggalkan jejak.
Sejak malam itu, setiap kali aku tertidur, aku merasa ada yang mengawasi. Teriakan samar, tangisan, dan bisikan nama-nama siswa yang hilang sering menggangguku. "Jangan... tolong... selamatkan kami..." bisikan itu selalu menggema di telingaku saat malam larut.
"Ini semua hanya imajinasiku," kataku berusaha menenangkan diri, tetapi ketakutan terus menggerogoti. Suatu malam, aku memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang rumah ini. Dengan berani, aku menjelajahi sudut-sudutnya yang gelap. Di dalam lemari tua, aku menemukan buku harian milik wakil kepala sekolah sebelumnya.