(Sumber ilustrasi: Azimatpusaka.com)
Teriakan itu ternyata dari mulut Pangeran Basoko mereaksi upacara wisuda penobatan raja baru Prabu Sancoyo.
Dengan wajah merah padam Pangeran Basoko memandang sinis tajam ke arah Prabu Sancoyo yang sedang duduk di singgasana. Sementara Prabu Sancoyo kurang percaya diri membalas tatapan Pangeran Basoko, yang kakanya itu.
Melihat suasana yang serba tidak nyaman ini Permaisuri Sepuh Ajengastuti tampak iba.
Dengan nada meninggi Pangeran Basoko protes kepada Prabu Sepuh Mangkuwaseso, “Mohon maaf, Ayahanda Tuan Prabu Mengkuwaseso… Mengapa yang Ayahanda pilih menggantikan raja Pandhawan kok Adik Pangeran Sancoyo…?! Yang benar kan harus saya yang harus menggantikan Ayahanda Prabu… Sebab, putra Ayahanda yang terlahir dari Ibu Permaisuri itu tiga. Yang sulung, saya. Yang kedua adik Pangeran Waskito. Dan, yang bungsu adik Pangeran Sancoyo… Bagaimana toh putra bungsu kok bisa menjadi raja? Padahal saya masih hidup, segar bugar, tidak cacat fisik maupun psikis, Ayah?!!!”.
“Pangeran Basoko, anakku… Bab wisuda penobatan raja Prabu Sancoyo sudah saya pikir masak-masak. Apa lagi, sebelum saya turun tahta, saya memiliki wewenang memutus semua perkara, termasuk memilih pengganti saya…!”, Prabu Sepuh Mengkuwaseso masih menunjukkan taringnya dengan maksud bisa meredam gejolak hati Pangeran Basoko.
Namun, tidak.
“Kalau begitu, Ayahanda Tuan Prabu Mengkuwaseso tidak adil. Membeda-bedakan para putra… wewenang saya selaku putra sulung , sudah Ayah rampas! Ayahanda berikan kepada adik Pangeran Sancoyo…! Dan, harga diri saya sudah ayah campakkan…!”.
Prabu Sepuh Mengkuwaseso yang baru saja mantan raja tambah naik darah.
“Pangeran Basoko… Tadi saya sudah bicara. Kekuasaaan saya tak terbatas.dan, kamu pasti sudah tahu, hukum ‘sabda pandhita ratu’. Ucapan raja harus sekali jadi, tidak boleh plin-plan. Sebab sekali raja berbicara maka akan tersebar keseluruh pelosok negeri. Bagaimana kalau saya plin-plan, ha?!!!”.
Melihat dua-duanya saling tidak mau mengalah, Permaisuri Sepuh Ajengastuti kembali mencoba mengerem emosi Pangeran Basoko.
“Anakku, Basoko… Kok durhaka kamu, hmm?! Berani dengan Ayahandamu… Oh… Anakku…. Ingatlah pada nasehat-nasehat Ibu, to… Rela jika kehilangan, menerima kalau sakit, dan iklas bila menghadapi kenyataan…”.
“Ibu…! Bagaimana dalam keadaan yang demikian, Ibu malah ikut memojokkan saya… Seharusnya sedari tadi, Ibu harus bicara, mengingatkan Ayahanda Prabu Mengkuwaseso, dari kesalahannya, Ibu…”.
Melihat Permaisuri Sepuh Ajengastuti dibantah, Prabu Sepuh Mengkuwaseso memutus ocehan Pangeran Baskoro.
“Cukup…! Baskoro… Dengan Ibumu saja kamu tidak punya rasa takut dan kasih, tidak punya sopan-santu. Juga dengan saya… Apalagi kepada rakyat kecil di Pendhawan. Yang sudah pasti bakal kamu sepelekan dan kamu bikin sewenang-wenang… Maka dari itu, Basoko, kamu tidak saya beri wewenang menjadi raja Pandhawan, Basoko… Dan, mawas diri lah mawas diri lah kamu, Basoko…”.
“Ya, ya, ya kalau begitu…. Sudah!!!”
Pangeran Basoko menarik diri penghadapannya dengan terlebih dulu menyempatkan menatap sinis Prabu Sancoyo. Kemudian berbalik untuk meninggalkan pendapa.
“Aduh Kangmas Mengkuwaseso… Bagaimana ini, Nanda Basoko?!, ratap Permaisuri Sepuh Ajengastuti kepada Prabu Sepuh Mengkuwaseso, dan berlanjut kepada Prabu Sancoyo.
“Oh Anak Prabu Sancoyo… Jangan salah paham ya, Anak Prabu… Saudaramu ya kakakmu Basoko sudah berani meninggalkan sopan santun”.
“Sudah, sudah Ibu… Namanya orang sedang terbakar amarah ya memang demikian. Suka lupa aturan…”, tanggap tenang Prabu Sancoyo kepada Ibu Permaisuri Sepuh Ajengastuti.
Dan, Prabu Sancoyo mulai berkonsentrasi memikirkan kerajaan lebih lanjut dengan memberikan perintah pertama kepada Patih Wiro.
“Paman Patih Wiro…”.
“Saya, Tuan Prabu…”.
“Jangan sampai teledor menjaga kerajaan. Dan, penghadapan kali ini saya anggap selesai, tolong bubarkan, Paman Patih…”.
“Siap, Tuan Prabu… Hadirin, para sentana, nayaka, dan bupati. Penghadapan selesai!...”.
Serentak, semua yang hadir mengakhiri penghadapan dengan mengangkat sembah hormat kepada Tuan Prabu Sancoyo, Tuan Prabu Sepuh Mengkuwaseso dan Permaisuri Sepuh Ajengastuti serta Patih Wiro.
BERSAMBUNG.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI