Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Diary

Wash, Kusterilkan Kelasku dari Terorisme!

18 November 2024   03:41 Diperbarui: 18 November 2024   04:39 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Terorisme adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Bisa saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa kekerasan. 

Terorisme tidak sama dengan intimidasi atau sabotase. Sasaran intimidasi dan sabotase umumnya langsung, sedangkan terorisme tidak (https://id.wikipedia.org/wiki/Definisi_terorisme).

Dalam KBBI, terorisme/te·ror·is·me/ /térorisme/ n diartikan sebagai penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan teror.

STERILISASI KELAS

Sehingga dalam konteks pembelajarn di kelas. Di sekolah,  dalam kadar tertentu, bisa saja fenomena intimidasi ataupun bahkan terorisme tersebut terjadi.

Karena itulah aku selalu desain kelasku steril dari praktik-praktik intimidasi, terorisme, juga sabotase itu dengan jurus PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan)!

Di kelas 5-ku, ketika itu kuajarkan Matematika.  Standar Kompetensi (SK) yang kutuju ialah melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah. Dengan Kompetensi Dasar (KD) melakukan operasi hitung campuran bilangan bulat. Wabil khusus ber-indikator 1) membaca dan menulis bilangan bulat dengan kata-kata dan angka. Dan, 2) melakukan operasai hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

Untuk menaklukkan tantangan dalam materi itu aku gunakan metode ceramah bervariasi, tanya jawab, penugasan, dan diskusi.

Kupakai alat / bahan / sumber belajar seperti: lantai, kapur, penggaris dan mobil-mobilan.

Kuawali pembelajaran pada pagi yang cerah itu dengan caper (cari perhatian). Kutarik perhatian siswaku.

Aku berdiri di tengah-tengah kelas sambil bertanya tentang permainan yang dilakukan mereka sehari-hari.

”Para siswaku, permainan apa yang kalian senangi?”.

 ”Saya suka sepak bola, Pak”.

”Saya suka kasti, Pak”.

”Saya suka lompat, Pak”.

inprestaeng2.blogspot.com
inprestaeng2.blogspot.com

Macam-macam...

Pikirku, hebat! Tiga siswa tiga permainan yang berbeda-beda. Itu permainan yang bagus sekali dan perlu dijaga serta dilestarikan.

Lanjutku, ”Anak-anak permainan apa ya yang kira-kira menguatkan  kaki?”.

Siswaku menjawab dengan lantang  dan cepat serta berbeda beda. Ada yang menjawab ”lari, lompat, loncat” dan sebagainya.

Aku selanjutnya mengarahkan (tanpa mengintimidasi) jawaban anak-anak agar sesuai dengan arah kompetensi tertuju.

”Para siswa sudah pernah melihat katak melompat? Bagaimana katak waktu melompat?”, tanyaku, modus!

Yup. Spontan.  Semua siswaku melakukan gerakan melompat!

”Bagus! Waktu kalian melompat, pernah kalian dihitung?”

”Tidak, Pak”.

”Baiklah siswa-siswaku, kita akan melakukan lompat katak pada garis bilangan...”.

Yup. Sampailah aku pada kegiatan inti.

Aku mulai menjelaskan bilangan-bilangan yang termuat dalam garis bilangan. Angka nol terletak  di tengah-tengah. Di sebelah kanan nol memuat bilangan positif dan di sebelah kiri nol memuat bilangan-bilangan negatif.

”Para siswaku, bilangan berapa saja yang berada disebelah kanan nol?”.

Hampir semua siswaku menjawab, ”1,2,3,4,5,6,7,....”.

Kuteruskan tanya asyikku, ”Di sebelah kiri nol bilangan apa?”.

Para siswaku serentak menjawab,  ”Bilangan negatif...”.

Kuberi penguatan dan secara equal demokratis kupersilahkan siswaku berhak berbicara.

”Wow... wow... Ternyata para siswaku anak-anak pintar... Sebelum Pak Guru lanjutkan, adakah di antara kalian yang kurang jelas?”.

”Sudah, Pak...”, hak bicaranya singkat, hhhh...

Sesi berikut, para siswa ku kelompokkan. Setiap kelompok beranggotakan 4.  Ketua kelompok ke depan mengambil lembar kerja dan kusilakan menentukan tempatnya, boleh di dalam ataupun di luar kelas.

”Diskusikan bersama kelompokmu!”, instruksiku tanpa ada intimidasi.

”Siap, Pak...!”, jawaban nuansa militer tapi bukan militeristik.

Cekatan! Para siswaku menyelesaikan soal-soal yang ada pada lembar kerja.

Masing- masing kelompok melakukan kegiatan. Mereka membagi tugas sendiri-sendiri. Ada yang membuat garis bilangan, ada yang membuat catatan, ada yang melakukan lompatan.

Wuih! Biasa. Ada juga yang manja (?) berkomentar, ”Aduh, Pak,  lelah sekali”.

Namun luar biasa! Saat melompat, raut muka dari kebanyakan mereka berseri-seri, tanda menyenangkan. Tanda fenomena intimidasi, sabotase, juga terorisme itu tidak ada!

Alhamdulillah, pembelajaran tanpa teror di kelaskupun terbukti efektif. Di samping, pastinya, menyenangkan!

 

Terimakasih...***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun