Mohon tunggu...
Khauro Indana Fahma
Khauro Indana Fahma Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa dari Universitas Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Dukungan Sosial Dalam Mencegah Dampak Bullying Terhadap Gangguan Kesehatan Mental

19 Desember 2024   20:48 Diperbarui: 19 Desember 2024   20:45 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu faktor penting dalam kehidupan setiap individu adalah kesehatan mental, termasuk siswa di lingkungan sekolah. Kesehatan mental yang baik mendorong siswa untuk belajar, berinteraksi secara positif dengan orang lain, dan mengatasi tantangan kehidupan sehari-hari. Adapun mekanisme sekolah dalam mencegah dampak gangguan kesehatan mental pada korban bullying di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut ini:

Pihak sekolah dapat membuat program pendidikan dan meningkatkan kesadaran tentang bullying pada siswa, guru, dan staf sekolah. Hal tersebut membantu dalam meningkatkan pemahaman tentang apa itu bullying, dampaknya, dan bagaimana cara mencegahnya. Sekolah perlu menekankan pentingnya saling menghormati untuk dapat membentuk budaya sekolah yang positif. Melalui pembuatan program sekolah anti bullying ini, dapat mencegah adanya gangguan kesehatan mental pada anak dan dampak negative lainnya.

  • Membuat Kebijakan dan Prosedur

Sekolah harus mempunyai kebijakan dan prosedur yang jelas untuk menangani kasus bullying. Hal ini mencakup prosedur pelaporan yang mudah diakses dan tindakan disiplin yang konsisten terhadap pelaku bullying.

  • Penguatan Keterampilan Sosial

Sekolah perlu mempunyai kurikulum yang dirancang secara khusus, sehingga siswa dapat diajarkan keterampilan sosial, seperti empati, resolusi konflik, dan komunikasi yang efektif, yang dapat membantu mencegah terjadinya bullying. Keterampilan sosial yang baik dapat membantu siswa dalam berinteraksi secara positif dengan teman-teman mereka. Sekolah dapat mengadakan pelatihan atau program yang mengajarkan keterampilan sosial dan emosional, seperti mengajarkan cara untuk menyelesaikan konflik secara damai tanpa kekerasan, mengembangkan keterampilan dalam mengelola emosi dan belajar untuk mengontrol impuls agresif, dan melatih siswa untuk menjadi pendengar yang baik, serta mengajarkan pentingnya berbicara dengan cara yang sopan dan penuh hormat. Selain itu, sekolah juga perlu menyediakan dukungan emosional bagi korban bullying dan juga bagi pelaku, dengan melibatkan konselor sekolah dan sumber daya lainnya.

Hambatan Dalam Memberikan Dukungan Sosial

  • Kurangnya Kesadaran Lingkungan Sekitar Terhadap Dampak Bullying

Tanpa di sengaja bullying kerap terjadi di lingkungan sekitar kita, terutama remaja yang beranjak dewasa dengan masa pertumbuhannya. Bullying sering dilakukan oleh orang yang merasa dirinya lebih kuat atau berkuasa dari yang lain. Tindakan bullying terhadap orang lain memiliki tujuan untuk menyakiti orang yang dianggap lemah. Tindakan tersebut dilakukan dengan berbagai macam cara baik seacra fisik, maupun psikologis dengan cara melontarkan kata-kta atau ancaman yang dapat menyakiti korban. Tindakan ini juga bisa berasalah dari lingkungan sekitar atau hasil dari contoh perilaku orang dewasa yang tidak di sengaja.

Hubungan teman sebaya menganggap ini adalah sebuah lelucon untuk bersenang-senang, tetapi siapa sangka hal ini memiliki dampak yang sangat buruk. Korban akan merasa diasingkan, kurang percaya diri, menganggu belajar, masalah terhadap fisik ataupun mental. Dampak buruk ini juga tidak hanya terjadi pada korban, melainkan juga pada pelaku, dia akan memiliki sistem pengendalian diri yang sulit dikontrol bahkan oleh dirinya sendiri, empatinya akan berkurang, ketrampialan sosial dan emosinya akan memburuk (Prastiti, 2023).

  • Stigma Sosial Terhadap Korban

Stigma berkembang dimasyarakat khususnya pada remaja yang mengalami pubertas. Bullying yang dilakukan korban dengan stigma sosial ini cenderung terkait ras, agama, gender, hingga tingkat ekonomi. Stigma sangat mempengaruhi korban secara mental maupun fisik, hal ini terjadi dominan pada perempuan dari pada laki-laki. Stigma sosial perempuan dikatakan lebih dominan karena gender atau jenis kelamin juga mempengruhi kepribadian, sifat, emosional baik secara langsung atau secara tidak langsung. Remaja yang memiliki stigma yang tinggi cenderung akan melakukan tindakan bullying diantaranya mengejek fisik, mendiskriminasi, mengucilkan, hingga melakukan kekerasan fisik.

Korban bullying harus bisa melawan stigma tersebut, namun korban seringkali tidak berani melakukannya. Kenyataanya ketakutan akan balas dendam dari pelaku, rasa malu mengakui bahkan korban bullying, kurangnya dukungan dari sekitar. Hal ini dikarenakan karena pelaku biasanya memilih korban yang pendiam, sehingga besar kemungkinan tidak akan melawan karena presepsi stigma yang besar dan kuat dari pelaku. Dampaknya dalam konteks bullying berpengaruh dalam kesehatan mental dan memperburuk situasi atau keadaan korban (Ghina, 2021).

  • Menganggap Tindakan Bullying Sebagai Hal Wajar

Lingkungan sekitar juga berpengaruh dengan statement wajar dalam hal bullying. Oleh karena itu, supaya hal ini tidak dianggap wajar, harus diketahui akar permsalahan itu dimana. Dari mana pelaku memperlajari tindakan-tindakan tersebut, karena pasti ada gambaran atau contoh yang sudah ia tiru. Seorang yang aktif dan implusif lebih besar kemungkinan untuk untuk melakukan bullying. Namun bisa juga karena takut dibully sehingga ia memilih untuk mendahului melakukan bullying terhadap orang lain.

Pendidikan sangat penting dan menjaga lingkungan sekitar karena tidak semua remaja bisa memilih baik dan buruk hal yang bisa ditiru. Mulai dari lingkungan keluarga yang harus membisakan menjaga perilaku didepan anak terutama masa remaja, faktor diri sendiri yang harus berani, faktor dari lingkungan sekolah yang memang relatif lebih banyak kemungkinan untuk mempengaruhi sikap anak. Maka dari itu sebagai guru atau pendidik yang ada disekolah ahrus berani, tegas, dan memebrikan contoh yang baik dalam mendidik anak muridnya. Guru atau pendidik harus siap jadi orang tua kedua di sekolah sebagai pendegar, agar murid bisa mengungkapkan keluh kesah. Sehingga apabila terjadi bullying bisa diatasi dengan cepat dan tegas, tidak ada bullying yang dianggap wajar (Rachma, 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun