Restoran terbesar bahkan termurah di Surabaya tidak akan pernah melayani 10.000 orang setiap hari. Tapi pesantren mampu. Hal ini sangat bisa dilakukan karena santri pasti menerima dengan dalih peraturan pondok, sungkan kyai, dan semacamnya.
Aspek Kepemimpinan
Secara tradisional kepemimpinan pondok pesantren sangat ditentukan oleh kondisi pesantren itu sendiri. Pada umumnya, khususnya pesantren kecil, kepemimpinan pesantren ditentukan oleh kyai atau yang punya pesantren.
Bagi pesantren yang besar kepemimpinan pesantren ditentukan melalui sistem musyawarah. Biasanya anak kyai yang mengganti memimpin jika big boss-nya telah tiada. Bahkan meskipun ada yayasannya pemimpin pesantren tidak ditawarkan secara transaksional dan demokratis, melainkan sistem monarki.
Keberlangsungan model kepemimpinan seperti ini kemudian sebagian orang menjuluki pesantren sebagai kerajaan kecil.’ Hal ini kemudian menciptakan kultur ekslusif: orang lain (bukan keluarga “ndalem”) tidak bisa masuk dalam struktur kepemimpinan. Tidak salah memang, karena kyai dan keturunannya yang mulanya membangun pesantren. Lalu mengapa harus diserahkan kepada orang lain? Sayangnya proses regenerasi yang lamban sering menghambat kemajuan pesantren.
Sampai-sampai putra kyai sendiri belum diberi kuasa memimpin kalau kyai utamanya masih ada. Sehingga ketika kyai meninggal dunia pesantren mengalami krisis kepemimpinan. Sayangnya pula karena doktrin monarki, pengganti first-man di pesantren tidak harus memiliki kapasitas keilmuan dan kepribadian serupa. Kalau ini yang terjadi degradasi kualitas tidak bisa dihindari. Kita melihat tutupnya pesantren hanya gara-gara krisis generasi. Namun, sekarang sudah banyak pesantren yang menggunakan cara demokratis dalam menetapkan pemimpinnya, terutama pesantren-pesantren modern. Dari sini maka dapat diketahui bahwa kepemimpinan pesantren tradisional lebih bersifat individual.
Namun pesantren yang sudah modern kepemimpinan yang diterapkan adalah kepemimpinan kolektif. Kepemimpinan kolektif ini terwujud karena pesantren sudah memiliki yayasan yang kepemimpinannya ditawarkan secara transparan dan musyawarah. Biasanya dalam pesantren ini pemimpin ditetapkan bukan atas dasar keturunan melainkan pemilihan secara demokratis. Mereka yang dianggap paling mampu memimpin pesantren tersebut dipilih secara musyawarah.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Imron. (1993). Kepemimpinan Kyai (Kasus Pondok Pesantren Tebuireng). Malang: Kalimasada Press Unduh.
Asrohah, Hanun. (2004). Pelembagaan Pesantren, Asal-Usul Dan Perkembangan Pesantren Di Jawa. Jakarta: Depag RI.
Badrudin. (2013). Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: CV Alfabeta.