Jadi sistem belajarnya sangat tergantung pada kemauan dan kesempatan kyai. Proses transformasi keilmuan umumnya melalui one-way-communication. Dengan cara ini kyai atau ustaz menjadi sumber utama pengetahuan dan kebenaran di dunia sementara santri menjadi sosok yang tidak mengerti apa pun.
Aspek Kultural
Mungkin pesantren sebagai lembaga pendidikan sudah mengembangkan suatu kultur unik, yang tidak dimiliki oleh lembaga lain. Aspek kultural yang dikembangkan di pesantren mencakup konsepsi barakah, tawadu’, hormat, ikhlas, haul, ijazah, rida, dan semacamnya. Aspek kultural ini sangat men- dominasi sistem pesantren tradisional, bahkan sering kali aspek-aspek ini mengalahkan aspek edukasinya.Â
Banyak yang mengatakan bahwa untuk sukses di pesantren harus melalui konsepsi- konsepsi tadi. Sepandai apa pun seorang santri, ia tidak akan berguna di masyarakat manakala ia tidak mendapat barakah dari kyainya. Aspek kultural ini kemudian membentuk ketergantungan dan penghormatan tinggi di kalangan santri kepada pesantren (kyai).
Aspek Politis
Pesantren juga memiliki sistem politik sendiri. Di tengah-tengah masyarakat kyai merupakan sosok yang diperhitungkan di masyarakat. Aspek politis tampak pada upaya untuk mempertahankan dan memperkuat diri pesantren tersebut.
Contohnya adalah: santri pesantren tertentu tidak dibenarkan untuk menimba ilmu di pesantren lain. Banyak juga para pesantren yang lebih senang dikunjungi orang bermobil atau pejabat dari pada orang jalan kaki. Kesenangan ini tidak dimaksudkan untuk mendapatkan uang, tetapi lebih kepada kebanggaan oleh karena yang datang ternyata orang penting pula. Tamu orang penting menggambarkan penting pula penerima tamu itu.
Dalam hubungan pernikahan ada tiga pilihan oleh kebanyakan kyai: mantu kaya, keturunan kyai, atau pejabat. Orang biasa meskipun pintar hampir tidak pernah menjadi menantu kyai. Hal-hal seperti ini dapat memperkuat posisi politis pesantren di masyarakat.
Aspek Ekonomis
Pesantren tampaknya harus bangga dengan kejelasan pasar yang ada. Artinya, masyarakat kita masih menaruh harapan besar pada pesantren, dus mereka masih banyak yang berminat memasukkan anaknya di pesantren. Dengan demikian, pesantren memiliki nilai ekonomis yang luar biasa. Di sini maka wajar jika kemudian sebagian pesantren mengembangkan bidang usaha.
Andaikan saja sebuah pesantren memiliki 10.000 santri, maka dapat dikatakan ekuivalen dengan giant cooperation. Dengan tinggalnya para santri di pondok, pesantren bisa mengembangkan usaha katering dengan menu kelas santri dan dengan harga normal. Apabila seorang santri makan 3x sehari dengan harga Rp 15.000 maka omzet harian pesantren adalah Rp. 150.000.000. Ini gross income yang sangat besar.