Mohon tunggu...
Khasna Nabila
Khasna Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN RADEN MAS' SAID SURAKARTA

Life is simple if you make a simple

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia)

5 Maret 2023   12:55 Diperbarui: 29 Maret 2023   17:59 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakan Nasional /Dok pribadi

Nama                    : Khasna Nabila Purnama

Nim                      : 212121005

Kelas                    : HKI 4A

Mata Kuliah         : Hukum Perdata Islam Di Indonesia

Dosen Pengampu : Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.

TUGAS REVIEW  HUKUM KEWARISAN ISLAM (SEBAGAI PEMBAHARUAN HUKUM POSISTIF DI INDONESIA)

: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

DATA BUKU : 

Judul Buku      : Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaharuan Hukum Positif Di Indonesia)

Penulis             : Dr. H. Moh. Muhibbin, S.H., M.Hum. Dan Dr. H. Abdul Wahid, S.H., M.Ag.

Penerbit           : Sinar Grafika

Tahun Terbit    : 2017

Cetakan Pertama, Agustus 2017, di cetak oleh Cahaya Prima Sentosa

 ISBN : 978-979-007-733-1

Buku tulisan Dr. H. Moh. Muhibbin, S.H., M.Hum. Dan Dr. H. Abdul Wahid, S.H., M.Ag. yang berjudul Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaharuan Hukum Positif Di Indonesia) mendiskripsikan secara lengkap dan rinci tentang hukum kewarisan islam mulai dari pengertiannya, sumber asas hukumnya, sejarahnya, rukun syarat, penggolongan ahli waris, sebab dan halangan mewarisi, furudhul muqaddarah, perhitungan pembagian warisan, aul, radd, problematika, penggatian tempat, pengadilan agama, kompilasi hukum islam.

 Fiqih Mawaris adalah kata yang berasal dari bahasa arab fiqh dan mawaris. Menurut bahasa fiqih artinya memahami dan mengetahui sesuatu sebagai hasil usaha mempergunakan pikiran yang sungguh-sungguh. Menurut istilah fiqih adalah ilmu yang menerangkan segala hukum syara yang berhubungan dengan harta, di ambil dari dalil-dalilnya yang jelas. Mawaris berasal dari bahasa arab, mawaris bentuk jamak dari kata miiraats yang artinya harta peninggalan yang di warisi oleh ahli warisnya. 

Fiqih mawaris yaitu suatu disiplin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan, tentang bagaimana proses pemindahan, siapa saja yang berhak menerima harta peninggalan itu serta berapa bagian masing-masing. Kata waris artinya seorang pewaris sedangkan muwarits adalah orang yang meninggalkan harta. Para ulama telah menetapkan bahwa mempelajari ilmu faraidh adalah fardhu kifayah, artinya kalau dalam suatu masyarakat atau perkampungan tidak ada yang mempelajari ilmu tersebut maka berdosalah orang kampung-kampung itu. Akan tetapi jika ada yang mempelajari walaupun hanya satu atau dua orang maka terlepaslah semuanya dari dosa. Tujuan mempelajari hukum waris adalah agar kita dapat menyelesaikan masalah harta peninggalan sesuai dengan ketentuan agama, jangan sampai ada yang di rugikan dan termakan bagiannya oleh ahli waris yang lain. Dasar dan sumber utama dari hukum islam sebagai hukum agama adalah nash yang terdapat dalam Al-Qur`an dan Sunnah Nabi yang mengatur kewarisan tersebut : Al-Qur`an Surat An-Nisa` ayat 7-14, 176  kemudian ada hadits Nabi juga, hadits dari Abdullah Ibnu Abbas yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari, Hadits Nabi dari Jabir yang di riwayatkan oleh Imam Abu Daud, Hadits dari Surahbil menurut riwayat kelompok perawi hadits selain imam muslim, Hadits Nabi yang di riwayatkan dari Imron Bin Husein menurut riwayat Imam Abu Daud, Hadits dari Qubaishah Ibnu Zuaib menurut perawi Hadits selain Imam Nasa`I, Hadits Nabi dari Usamah bin Zaid menurut riwayat Tirmidzi, Hadits Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat Imam Ibnu Majah, Hadits dari Sa`ad bin Abi Waqosh menurut riwayat Al-Bukhari, Hadits Nabi dari Ibnu Amr Al-Huseini menurut riwayat At-Tirmidzi, Hadits dari Abu Hurairah menurut riwayat Bukhari, Hadits Nabi dari Jabir Bin Abdullah menurut riwayat Ibnu Majah. 

Selain dari Hadits Nabi kemudian ada Ijtihad Para Ulama meskipun Al-Qur`an dan Hadits sudah merinci mengenai pembagian hukum waris namun ada beberapa hal masih di perlukan adanya ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak di tentukan dalam Al-Qur`an dan Hadits. Asas Ijbari : bahwa peralihan harta seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah SWT tanpa di gantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris. Asas Bilateral : harta warisan beralih kepada ahli warisnya melalui dua arah (dua belah pihak), garis keturunan perempuan dan garis keturunan laki-laki. Asas Individual : harta warisan boleh di bagi-bagi pada masing-masing ahli waris untuk di miliki perseorangan. Asas Keadilan Berimbang :keseimbangan antara hak dan kewajiban serta kewajiban antara perolehan dan kegunaannya. Asas Semata Akibat Kematian : peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku setelah yang mempunyai waris meninggal dunia. 

Tradisi pembagian harta warisan pada zaman jahiliah, berpegang teguh pada tradisi nenek moyang yaitu anak-anak yang belum dewasa, dan kaum perempuan dilarang mempusakai harta peninggalan warisan. Karena mereka di anggap lemah fisiknya dan tidak berharga. Sebab-sebab mereka yang berhak mendapatkan warisan : Karena Hubungan Kerabat, Karena Pengangkatan Anak. Pada zaman islam awal masuk ada beberapa sebab pusaka mempusakai karena adanya hubungan kandung dan kerabat : pengangkatan anak, haijrah dari madinah ke mekkah, dan persaudaraan antara muhajjirin dan anshor. Indonesia mempunyai berbagai agama dan kepercayaan masing-masing mempunyai bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya itu berbeda-beda. Di berbagai daerah terdapat berbagai sifat kekeluargaan yang dapat di masukkan dalam tiga golongan : sifat kebapakan, sifat keibuan, sifat kebapak ibuan. Lembaga yang berwenang menyelesaikan perkara kewarisan di indonesia : pada tahun 1882 M di Jawa dan Madura di bentuk peradilan Agama, di samping adanya peradilan biasa, pemerintahan belanda memberi nama dengan Priester Raad yang di umumkan pada saat staatsblad 1882 nomor 152. Pada saat itu kewenangan kewenangan tersebut belum di tentukan sehingga mereka menetapkan perkara yang di pandang masuk dalam pandangan kekuasaannya. 

Perkara tersebut adalah perkara-perkara yang berhubungan dengan pernikahan, perceraian, mahar, nafkah, dan peralian kemudan ada warisan dan wakaf. Dalam dunia peradilan agama tidak mempunyai wewenang untuk di paksakan jika ingin di paksakan maka meminta surat pengukuhan kepada pengadilan negeri. Sementara pengadilan negeri enggan memeberi pengukuhan terhadap pengadilan agama jika di lihat keputusannya melebihi batas wewenang pengadilan negeri. Maka dari pada itu masalah waris, wakaf, hadhanah yang sebelum tanggal 1 April 1937 dapat di putuskan oleh Pengadilan Agama, menjadi bagian dari Pengadilan Negeri. Namun pada praktiknya Pengadilan Negeri meminta nasehat kepada hakim Pengadilan Agama mengenai cara-cara pembagian harta waris, kemudian Pengadilan Agama membuat keputusan dengan pembelakuan Peradilan Agama berjalan hingga di keluarkannya UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 

sehingga bahwa pengadilan agama mempunyai wewenang dalam hukum positif indonesia yang menyelesaikan sengketa waris sekaligus mempunyai wewenang yang kuat memberikan putusan yang mengikat secara yuridis formal. Dengan Demikian bahwa Undang-Undang Peradilan Agama dapat menyisihkan UU Peradilan Umum dalam kewenangannya mengadili perkara-perkara Perdata Islam sebagaimana tertulis dalam Pasal 49. Hak-hak harta setelah wafat yang merupakan kewajiban pemilik harta atau yang menjadi hak waris : pengurusan jenazah yang mana biaya tajhiz menggunakan hartanya atau menggunakan baitul mall jika tidak ada hartanya, kemudian ada hutang yang mana lebih di dahulukan adalah hutang terhadap Allah SWT kemudian kepada Manusia, hutang harus di lunasi, kemudian ada wasiat, pelaksanaanya setelah wafatnya pewasiat, hikmahnya adalah sebagai tambahan amal kebaikan, menghindari konflik antar saudara, menjadi perekat sosial. Rukun mewarisi ada 3 antara lain harta peninggalan : harta benda yang di tinggalkan oleh pewaris yang akan di bagi kepada para ahli waris setelah di ambil untuk biaya perawatan, melunasi hutang dan melaksanakan wasiat, orang yang meninggalkan harta waris : orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris dan yang di tinggalkan dengan sempurna, pewaris benar-benar meninggal dunia baik menurut hukum atau kenyataannya, ahli waris : orang yang mendapatkan harta waris karena memang haknya dari keluarga pewaris, namun tidak semua keluarga di namai ahli waris demikian yang mendapatkan waris mungkin saja di luar ahli waris. 

Syarat waris ada 3 antara lain meninggalnya pewaris yang benar-benar telah meninggal dunia menurut kenyataan maupun secara hukum seperti orang yang hiking oleh hakim di nyatakan telah meninggal, para ahli waris benar-benar masih hidup setelah kematian si pewaris walaupun secara hukum seperti anak dalam kandungan atau dalam lingkungan keluarga, meskipun dua syarat mewakili telah ada pada ahli waris dan pewaris mereka tidak boleh mewarisi hartanya jika adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang pewaris. Kemudian ada sebab-sebab waris antara lain adanya hubungan kekerabatan yang di sebabkan oleh kelahiran di golongkan menjadi 3 yaitu anak lahir dari pewaris, leluhur yang menyebabkan adanya pewaris, keluarga yang di hubungkan dengan si meninggal dunia melalui garis menyamping atau lingkungan keluarga selanjutnya adanya hubungan perkawinan yang mana suami menjadi ahli waris bagi istrinya dan istrinya menjadi ahli waris bagi suaminya yang meninggal 2 hal tersebut di dasarkan pada perkawinan yang sah menurut agama dan perkawinan yang masih utuh, adanya hubungan sebab Al-Wala hubungan pewaris mewarisi karena adanya kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan budak, adanya hubungan sesama umat muslim apabila seseorang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris maka harta warisannya di serahkan kepada Baitul Mall yang akan di gunakan untuk umat islam lainnya. Larangan Waris ada 4 yaitu perpudakan yang mana status budak tidak dapat menjadi ahli waris karena di pandang tidak cakap mengurusi harta dan telah putus hubungan kekeluargaan dengan kerabatnya, pembunuhan menurut fuqaha aliran syari`iyyah segala bentuk tindakan pembunuhan yang di lakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya adalah menjadi penghalang baginya untuk mewarisi apapun jenis pembunuhannya, berlainan agama jumhur ulama sepakat bahwa orang kafir tidak dapat mewarisi harta orang islam lantaran status orang kafir lebih rendah, apabila seorang ahli waris yang berbeda agama beberapa sesaat sesudah meninggalnya pewaris lalu ia masuk islam sedangkan harta waris belum di bagikan maka sesorang ahli waris tersebut tetap terhalang untuk mewarisi sebab hak mewarisi tersebut adalah sejak adanya kematian orang yang mewarisinya, adanya perbedaan negara antara orang-orang kafir yang terputusnya ishmah dan tidak adanya hubungan perwalian sebagai dasar pewarisan. 

Syariat islam menetapkan jumlah Furudhul Muqaddarh atau bagian-bagian waris yang sudah di tentukan. Ada enam macam yaitu : dua pertiga, sepertiga, seperenam, setengah, seperempat, seperdelapan. Kemudian cara perhitungan pembagian harta warisan, dalam penghitungan waris harus di perhatikan isbatul furudhnya dengan menentukan siapa yang berhak menerima dan di lihat siapa saja yang tidak terhalang dan menentukan berapa bagian masing-masing ahli waris dan siapa yang akan menjadi ashabahnya. Ketika seseorang telah meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa ahli waris bapak, ibu, suami, kakek, paman, keponakan, anak laki-laki, anak perempuan, saudara kandung dan saudara se ibu dengan demikian sebelum di tetapkan bagian warisan masing-masing siapa yang mahjub dan siapa yang menjadi ashabah. Dengan demikian ahli warisnya adalah bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, dan suami. Aul adalah bertambahnya saham dzawil furudh dan berkurangnya jumlah penerimaan waris mereka, atau bertambahnya jumlah bagian yang di tentukan dan berkurangnya bagian masing-masing ahli waris. Cara pemecahan masalah ini adalah mengetahui dulu masalah pokoknya, yang menimbulkan masalah, dan yang mengetahui saham setiap ashabul furudh kemudian dengan mengabaikan pokoknya. 

Kemudian bagian-bagian mereka di kumpulkan dan dijadikan sebagai pokok, lalu hartanya di bagikan atas dasar itu. Maka akan terjadi kekurangan bagi setiap orang sesuai dengan sahamnya dalam masalah ini tidak ada kezaliman dan kecurangan. Radd adalah mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh nasabiyah kepada mereka sesuai dengan bagian besar kecilnya mereka, apabila tidak ada orang lain yang berhak mengambilnya. Rukun Rad dada 3 yaitu adanya pemilik fardh, adanya sisa peninggalan, tidak adanya ahli waris ashabah. Menurut pendapat para ulama radd akan di berikan kepada semua ashabul furudh, kecuali kepada suami atau istri, ayah, kakek. Radd akan di berikan kepada : anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung dan seayah, ibu, nenek, saudara laki-laki seibu, dan saudara perempuan seibu. Cara memecahkan masalah Radd adalah apabila ashabul furudh didapatkan ahli waris yang tidak mendapatkan fardh yaitu suami/istri maka seorang suami/istri mengambil fardh nya dari pokok harta peninggalan. Sesudah sisa fardh ini untuk ashabul furudh sesuai dengan jumlah mereka apabila terdiri atas satu golongan, baik yang ada hanya seorang di antara mereka, seperti anak perempuan ataupun banyak seperti tiga orang anak perempuan, apabila ashabul furudh lebih banyak dari satu golongan maka mereka akan di kembalikan sesuai dengan perbandingan bagian mereka. Apabila ashabul furudh tidak di dapatkan salah seorang suami/istri maka sisa harta sesudah fardh mereka di kembalikan sesuai dengan jumlah mereka, apabila mereka terdiri dari satu golongan baik yang ada di antara golongan hanya dari satu golongan maka sisa di kembalikan sesuai dengan perbandingan fardh mereka. Maka fardh dari setiap ashabul fardh itu bertambah sesuai dengan melimpahnya harta sehingga ia mendapatkan sejumlah warisan yang berupa fardh dan radd. Hamlu adalah anak yang masih di kandung baik laki-laki atau perempuan. Yang mana sudah di ketahui syaratnya memberikan harta warisan kepada siapapun harus benar-benar hidup ketika pewaris meninggal dunia. Oleh karena itu yang di sebut dalam kandungan adalah anak yang masih ada di dalam Rahim ibunya dan belum di ketahui sifat dan keadaannya, mungkin saja saat lahir dalam keadaan hidup atau meninggal, mungkin laki-laki atau perempuan, kita tidak bisa memastikan kecuali jika sudah lahir. Ada dua syarat bagi anak yang masih di dalam kandungan untuk dapat memperoleh harta si pewaris : janin dalam kandungan harus sudah positif keberadaannya di perut ibu pada waktu pewaris meninggal dunia dan pada saat lahir harus dalam keadaan hidup. Anak yang masih dalam kandungan ibunya termasuk ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisan sebagaimana ahli waris lainnya. Hak kewarisan ini dapat di tentukan melalui dua ketentuan : anak dalam kandungan yang lahir dari perut ibu dan anak dalam kandungan yang sudah berwujud berada dalam perut ibu. Batas waktu minimal terbentuknya janin dan di lahirkannya secara hidup adalah enam bulan, dan waktu menyapih adalah dua tahun. Adapun batas maksimal waktu mengandung ada yang berpendapat Sembilan bulan sedang lainnya mengatakan satu tahun Qamariyah. Khunsa adalah orang yang di ragukan dan tidak di ketahui apakah dia laki-laki atau perempuan yang mana dalam bentuk tubuhnya ada keganjilan tidak dapat diketahui apakah dia laki-laki atau perempua, karena tidak ada tanda-tandanya kepada kelaki-lakian atau keperempaunnya atau samar-samar tanda itu. Para faradhiyun menetapkan para ahli waris khunsa musykil hanya berjumlah tujuh orang  yang tercakup dalam empat jihat : secara garis anak yaitu anak dan cucu, garis saudara yaitu saudara dan anak saudara, garis paman yaitu paman dan anak paman, perwalian budak yaitu taun yang telah memerdekakan budaknya. Para furadhiyun mengidentifikasi kunsa melalui dua jalan ini : dengan cara meneliti alat kelamin, meneliti tanda-tanda kedewasaannya. 

Cara menghitung jumlah bagian khunsa musykil : baik di kira-kirakan laki-laki atau perempuan si khunsa menerima bagian yang sama besarnya, perkiraan laki-laki lebih banyak penerimaanya dari pada perkiraan perempuan, penerimaan atas perkiraan perempuan lebih banyak dari pada penerimaan perkiraan laki-laki, hanya dapat menerima warisan kalau di perkirakan laki-laki saja, sedangkan kalau di perkirakan perempuan tidak dapat menerima warisan, hanya dapat menerima warisan kalau di perkirakan perempuan saja sedangkan kalau di perkirakan laki-laki ia tidak dapat menerima warisan. Wasiat adalah penghibahan harta dari seseorang kepada orang lain atau kepada beberapa orang setelah meninggalnya orang tersebut. Jumlah wasiat para ulama sepakat bahwa orang yang meninggalkan ahli waris tidak boleh memberikan wasiat lebih dari 1/3 hartanya. Mahfud adalah seseorang yang pergi dan terputusnya kabar tidak di ketahui tempat tinggalnya dan tidak di ketahui pula apakah dia masih hidup atau meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Ayat-ayat Al-Qur`an dalam bidang kewarisan di kaji bahwa kedudukan cucu, saudara, kakek, dan ahli waris yang derajatnya lebih jauh lagi maka tidak di rinci bagiannya. Pada masa belanda terdapat lima peradilan yaitu : peradilan gubernemen yang tersebar di seluruh Hindia Belanda, peradilan pribumi yang tersebar di luar jawa, Madura, yaitu wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Lombok, dan Bali, peradilan swapraja, peradilan agama yang tersebar di daerah tempat peradilan gubernemen di daerah dan menjadi bagian dari peradilan dari peradilan pribumi, peradilan desa tersebar di daerah-daerah tempat berkedudukan peradilan gubernemen. Pemerintah hindia belanda meresmikan berdirinya peradilan agama yang di tuangkan dalam staatsblad 1882 No. 152, namun sebelumnya mereka pun telah mengakui keberadaan peradilan agama tersebut. Satu tahun setelah kemerdekaan Indonesia pembinaan peradilan agama yang semula dalam kementerian kehakiman di serahkan kepada kementerian agama melalui peraturan pemerintahan  5/SD/1946.

Kemudian dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948, peradilan agama di masukkan ke peradilan umum namun karena undang-undang tersebut tidak sesuai dengan keadaran hukum masyarakat indonesia sendiri maka tidak pernah di nyatakan berlaku. Perkembangan selanjutnya Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 pemerintah menegaskan untuk mempertahankan peradilan agama dan mengahapus peradilan swapraja dan peradilan adat. Kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 yang mana mengatur pembentukan peradilan agama di luar jawa, Madura, dan Kalimantan selatan. Dalam pasal 4 PP No 45 Tahun 1957, kopetensi pengadilan agama di luar jawa, Madura, Kalimantan selatan. Perundang-undangan ini berlaku sampai semuanya di cabut dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Jumlah peradilan agama dan peradilan tinggi agama terus berkembang sampai tahun 1995 yang sudah tercatat sebanyak 25 pengadilan tinggi agama dan 305 peradilan agama. Pada tahun 1970 lahir Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang mencabut perundang-undangan sebelumnya. Peradilan agama adalah salah satu dari empat badan peradilan yang ada di Indonesia. Yang di tegaskan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004. Sebagai salah satu badan peradilan, peradilan agama mempunyai sejarah yang panjang dan berliku-liku, sejarah ini banyak di coraki politik islam pemerintahan hindia belanda sebagai pemerintah colonial. Yang di sebabkan oleh politik islam pemerintah hindia belanda yang di lanjutkan oleh pemerintah republic indonesia, banyak hal-hal yang di hadapi oleh peradilan agama yang terletak pada : kewenangannya, hukum acaranya, dan hukum materiilnya, sebagian keruwetan ini hilang karena adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama, kemudian Undang-Undang ini di ganti dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Usaha yang di gunakan orang islam untuk mendekatkan keislamannya adalah di dekatkan dengan orang islam, salah satu bidang hukum islam yang telah lama di usahakan agar di terapkan untuk orang islam adalah hukum kewarisan. 

Kompilasi Hukum Islam adalah sekumpulan materi hukum islam yang di tulis pasal demi pasal yang berjumlah 229 pasal terdiri dari tiga kelompok materi hukum yaitu hukum perkawinan (170 pasal), hukum kewarisan termasuk wasiat dan hibah (44 pasal), dan hukum perwakafan (14 pasal), di tambah satu pasal ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok tersebut. Kebutuhan KHI sebagai hukum materiil bagi peradilan agama sudah lama memikirkan dan usaha kementerian agama, para tokoh yang sangat peduli terhadap pelaksanaan hukum islam di indonesia terus mengusahakan agar KHI menjadi Undang-Undang sehingga statusnya menjadi kuat untuk di jadikan pegangan dalam melaksanakan hukum islam di indonesia. Namun situasi politik pada saat itu belum memungkinkan, hasil usaha maksimal adalah di terbitkannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 dengan mana Presiden mengintruksikan menteri agama untuk menyebarluaskan KHI agar dipergunakan oleh instansi pemerintah dan oleh masyarakat yang memrlukannya. Peradilan agama merupakan lembaga yang sangat berkepentingan dengan adanya KHI. Dapat di katakana bahwa KHI merupakan hukum tertulis sebagai hukum terapan peradilan agama, di katakana tertulis karena sebagian materi KHI merupakan kutipan peraturan perundangan yang berlaku dan sebagainya di katakan tidak tertulis karena materi KHI diambil dari materi fiqh atau ijtihad para ulama.  

Dalam buku ini terdapat beberapa kekurangan terkait dengan materi yang mana masih menggunakan bahasa yang tidak mudah di pahami sehingga dalam membacanya terdapat beberapa kata yang harus benar-benar di pahami secara konsentrasi, apalagi saat proses penghitungan waris yang terlalu banyak cara. dalam memahami kata dan cara penghitungan waris perlu membuat catatan tersendiri namun di sisi lain banyak kosa kata yang mudah di pahami, seharusnya bagian hijab itu jadi satu dengan ahli warisnya sehingga pembaca tidak bingung, karena dalam materi hijab berkesinambungan dengan materi ahli waris dan bagian bagiannya.

Kesimpulan 

Buku ini sangat lengkap dan recommended dalam proses pembelajaran pada saat perkuliahan untuk itu buku ini bisa di pinjam di perpustakaan atau beli di e-commerce kepercayaan. sangat lengkap dan panjang pembahasannya sehingga pembaca lebih banyak referensinya, tentang bagaimana cara mewarisi ahli waris, ahli waris dalam kandungan, wasiat dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun