Mohon tunggu...
Khasna Nabila
Khasna Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN RADEN MAS' SAID SURAKARTA

Life is simple if you make a simple

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia)

5 Maret 2023   12:55 Diperbarui: 29 Maret 2023   17:59 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakan Nasional /Dok pribadi

Syariat islam menetapkan jumlah Furudhul Muqaddarh atau bagian-bagian waris yang sudah di tentukan. Ada enam macam yaitu : dua pertiga, sepertiga, seperenam, setengah, seperempat, seperdelapan. Kemudian cara perhitungan pembagian harta warisan, dalam penghitungan waris harus di perhatikan isbatul furudhnya dengan menentukan siapa yang berhak menerima dan di lihat siapa saja yang tidak terhalang dan menentukan berapa bagian masing-masing ahli waris dan siapa yang akan menjadi ashabahnya. Ketika seseorang telah meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa ahli waris bapak, ibu, suami, kakek, paman, keponakan, anak laki-laki, anak perempuan, saudara kandung dan saudara se ibu dengan demikian sebelum di tetapkan bagian warisan masing-masing siapa yang mahjub dan siapa yang menjadi ashabah. Dengan demikian ahli warisnya adalah bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, dan suami. Aul adalah bertambahnya saham dzawil furudh dan berkurangnya jumlah penerimaan waris mereka, atau bertambahnya jumlah bagian yang di tentukan dan berkurangnya bagian masing-masing ahli waris. Cara pemecahan masalah ini adalah mengetahui dulu masalah pokoknya, yang menimbulkan masalah, dan yang mengetahui saham setiap ashabul furudh kemudian dengan mengabaikan pokoknya. 

Kemudian bagian-bagian mereka di kumpulkan dan dijadikan sebagai pokok, lalu hartanya di bagikan atas dasar itu. Maka akan terjadi kekurangan bagi setiap orang sesuai dengan sahamnya dalam masalah ini tidak ada kezaliman dan kecurangan. Radd adalah mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh nasabiyah kepada mereka sesuai dengan bagian besar kecilnya mereka, apabila tidak ada orang lain yang berhak mengambilnya. Rukun Rad dada 3 yaitu adanya pemilik fardh, adanya sisa peninggalan, tidak adanya ahli waris ashabah. Menurut pendapat para ulama radd akan di berikan kepada semua ashabul furudh, kecuali kepada suami atau istri, ayah, kakek. Radd akan di berikan kepada : anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung dan seayah, ibu, nenek, saudara laki-laki seibu, dan saudara perempuan seibu. Cara memecahkan masalah Radd adalah apabila ashabul furudh didapatkan ahli waris yang tidak mendapatkan fardh yaitu suami/istri maka seorang suami/istri mengambil fardh nya dari pokok harta peninggalan. Sesudah sisa fardh ini untuk ashabul furudh sesuai dengan jumlah mereka apabila terdiri atas satu golongan, baik yang ada hanya seorang di antara mereka, seperti anak perempuan ataupun banyak seperti tiga orang anak perempuan, apabila ashabul furudh lebih banyak dari satu golongan maka mereka akan di kembalikan sesuai dengan perbandingan bagian mereka. Apabila ashabul furudh tidak di dapatkan salah seorang suami/istri maka sisa harta sesudah fardh mereka di kembalikan sesuai dengan jumlah mereka, apabila mereka terdiri dari satu golongan baik yang ada di antara golongan hanya dari satu golongan maka sisa di kembalikan sesuai dengan perbandingan fardh mereka. Maka fardh dari setiap ashabul fardh itu bertambah sesuai dengan melimpahnya harta sehingga ia mendapatkan sejumlah warisan yang berupa fardh dan radd. Hamlu adalah anak yang masih di kandung baik laki-laki atau perempuan. Yang mana sudah di ketahui syaratnya memberikan harta warisan kepada siapapun harus benar-benar hidup ketika pewaris meninggal dunia. Oleh karena itu yang di sebut dalam kandungan adalah anak yang masih ada di dalam Rahim ibunya dan belum di ketahui sifat dan keadaannya, mungkin saja saat lahir dalam keadaan hidup atau meninggal, mungkin laki-laki atau perempuan, kita tidak bisa memastikan kecuali jika sudah lahir. Ada dua syarat bagi anak yang masih di dalam kandungan untuk dapat memperoleh harta si pewaris : janin dalam kandungan harus sudah positif keberadaannya di perut ibu pada waktu pewaris meninggal dunia dan pada saat lahir harus dalam keadaan hidup. Anak yang masih dalam kandungan ibunya termasuk ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisan sebagaimana ahli waris lainnya. Hak kewarisan ini dapat di tentukan melalui dua ketentuan : anak dalam kandungan yang lahir dari perut ibu dan anak dalam kandungan yang sudah berwujud berada dalam perut ibu. Batas waktu minimal terbentuknya janin dan di lahirkannya secara hidup adalah enam bulan, dan waktu menyapih adalah dua tahun. Adapun batas maksimal waktu mengandung ada yang berpendapat Sembilan bulan sedang lainnya mengatakan satu tahun Qamariyah. Khunsa adalah orang yang di ragukan dan tidak di ketahui apakah dia laki-laki atau perempuan yang mana dalam bentuk tubuhnya ada keganjilan tidak dapat diketahui apakah dia laki-laki atau perempua, karena tidak ada tanda-tandanya kepada kelaki-lakian atau keperempaunnya atau samar-samar tanda itu. Para faradhiyun menetapkan para ahli waris khunsa musykil hanya berjumlah tujuh orang  yang tercakup dalam empat jihat : secara garis anak yaitu anak dan cucu, garis saudara yaitu saudara dan anak saudara, garis paman yaitu paman dan anak paman, perwalian budak yaitu taun yang telah memerdekakan budaknya. Para furadhiyun mengidentifikasi kunsa melalui dua jalan ini : dengan cara meneliti alat kelamin, meneliti tanda-tanda kedewasaannya. 

Cara menghitung jumlah bagian khunsa musykil : baik di kira-kirakan laki-laki atau perempuan si khunsa menerima bagian yang sama besarnya, perkiraan laki-laki lebih banyak penerimaanya dari pada perkiraan perempuan, penerimaan atas perkiraan perempuan lebih banyak dari pada penerimaan perkiraan laki-laki, hanya dapat menerima warisan kalau di perkirakan laki-laki saja, sedangkan kalau di perkirakan perempuan tidak dapat menerima warisan, hanya dapat menerima warisan kalau di perkirakan perempuan saja sedangkan kalau di perkirakan laki-laki ia tidak dapat menerima warisan. Wasiat adalah penghibahan harta dari seseorang kepada orang lain atau kepada beberapa orang setelah meninggalnya orang tersebut. Jumlah wasiat para ulama sepakat bahwa orang yang meninggalkan ahli waris tidak boleh memberikan wasiat lebih dari 1/3 hartanya. Mahfud adalah seseorang yang pergi dan terputusnya kabar tidak di ketahui tempat tinggalnya dan tidak di ketahui pula apakah dia masih hidup atau meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Ayat-ayat Al-Qur`an dalam bidang kewarisan di kaji bahwa kedudukan cucu, saudara, kakek, dan ahli waris yang derajatnya lebih jauh lagi maka tidak di rinci bagiannya. Pada masa belanda terdapat lima peradilan yaitu : peradilan gubernemen yang tersebar di seluruh Hindia Belanda, peradilan pribumi yang tersebar di luar jawa, Madura, yaitu wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Lombok, dan Bali, peradilan swapraja, peradilan agama yang tersebar di daerah tempat peradilan gubernemen di daerah dan menjadi bagian dari peradilan dari peradilan pribumi, peradilan desa tersebar di daerah-daerah tempat berkedudukan peradilan gubernemen. Pemerintah hindia belanda meresmikan berdirinya peradilan agama yang di tuangkan dalam staatsblad 1882 No. 152, namun sebelumnya mereka pun telah mengakui keberadaan peradilan agama tersebut. Satu tahun setelah kemerdekaan Indonesia pembinaan peradilan agama yang semula dalam kementerian kehakiman di serahkan kepada kementerian agama melalui peraturan pemerintahan  5/SD/1946.

Kemudian dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948, peradilan agama di masukkan ke peradilan umum namun karena undang-undang tersebut tidak sesuai dengan keadaran hukum masyarakat indonesia sendiri maka tidak pernah di nyatakan berlaku. Perkembangan selanjutnya Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 pemerintah menegaskan untuk mempertahankan peradilan agama dan mengahapus peradilan swapraja dan peradilan adat. Kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 yang mana mengatur pembentukan peradilan agama di luar jawa, Madura, dan Kalimantan selatan. Dalam pasal 4 PP No 45 Tahun 1957, kopetensi pengadilan agama di luar jawa, Madura, Kalimantan selatan. Perundang-undangan ini berlaku sampai semuanya di cabut dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Jumlah peradilan agama dan peradilan tinggi agama terus berkembang sampai tahun 1995 yang sudah tercatat sebanyak 25 pengadilan tinggi agama dan 305 peradilan agama. Pada tahun 1970 lahir Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang mencabut perundang-undangan sebelumnya. Peradilan agama adalah salah satu dari empat badan peradilan yang ada di Indonesia. Yang di tegaskan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004. Sebagai salah satu badan peradilan, peradilan agama mempunyai sejarah yang panjang dan berliku-liku, sejarah ini banyak di coraki politik islam pemerintahan hindia belanda sebagai pemerintah colonial. Yang di sebabkan oleh politik islam pemerintah hindia belanda yang di lanjutkan oleh pemerintah republic indonesia, banyak hal-hal yang di hadapi oleh peradilan agama yang terletak pada : kewenangannya, hukum acaranya, dan hukum materiilnya, sebagian keruwetan ini hilang karena adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama, kemudian Undang-Undang ini di ganti dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Usaha yang di gunakan orang islam untuk mendekatkan keislamannya adalah di dekatkan dengan orang islam, salah satu bidang hukum islam yang telah lama di usahakan agar di terapkan untuk orang islam adalah hukum kewarisan. 

Kompilasi Hukum Islam adalah sekumpulan materi hukum islam yang di tulis pasal demi pasal yang berjumlah 229 pasal terdiri dari tiga kelompok materi hukum yaitu hukum perkawinan (170 pasal), hukum kewarisan termasuk wasiat dan hibah (44 pasal), dan hukum perwakafan (14 pasal), di tambah satu pasal ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok tersebut. Kebutuhan KHI sebagai hukum materiil bagi peradilan agama sudah lama memikirkan dan usaha kementerian agama, para tokoh yang sangat peduli terhadap pelaksanaan hukum islam di indonesia terus mengusahakan agar KHI menjadi Undang-Undang sehingga statusnya menjadi kuat untuk di jadikan pegangan dalam melaksanakan hukum islam di indonesia. Namun situasi politik pada saat itu belum memungkinkan, hasil usaha maksimal adalah di terbitkannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 dengan mana Presiden mengintruksikan menteri agama untuk menyebarluaskan KHI agar dipergunakan oleh instansi pemerintah dan oleh masyarakat yang memrlukannya. Peradilan agama merupakan lembaga yang sangat berkepentingan dengan adanya KHI. Dapat di katakana bahwa KHI merupakan hukum tertulis sebagai hukum terapan peradilan agama, di katakana tertulis karena sebagian materi KHI merupakan kutipan peraturan perundangan yang berlaku dan sebagainya di katakan tidak tertulis karena materi KHI diambil dari materi fiqh atau ijtihad para ulama.  

Dalam buku ini terdapat beberapa kekurangan terkait dengan materi yang mana masih menggunakan bahasa yang tidak mudah di pahami sehingga dalam membacanya terdapat beberapa kata yang harus benar-benar di pahami secara konsentrasi, apalagi saat proses penghitungan waris yang terlalu banyak cara. dalam memahami kata dan cara penghitungan waris perlu membuat catatan tersendiri namun di sisi lain banyak kosa kata yang mudah di pahami, seharusnya bagian hijab itu jadi satu dengan ahli warisnya sehingga pembaca tidak bingung, karena dalam materi hijab berkesinambungan dengan materi ahli waris dan bagian bagiannya.

Kesimpulan 

Buku ini sangat lengkap dan recommended dalam proses pembelajaran pada saat perkuliahan untuk itu buku ini bisa di pinjam di perpustakaan atau beli di e-commerce kepercayaan. sangat lengkap dan panjang pembahasannya sehingga pembaca lebih banyak referensinya, tentang bagaimana cara mewarisi ahli waris, ahli waris dalam kandungan, wasiat dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun