Mohon tunggu...
Kharisa Marifatul Khusna
Kharisa Marifatul Khusna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAI Al Anwar Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Penuntut Ilmu, Musafir Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

RA Kartini dalam Bingkai Religi dan Emansipasi

6 November 2024   15:21 Diperbarui: 16 November 2024   15:26 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenai pemikiran-pemikiran dan nasehat Snouck Hurgronje pada pemerintah kolonial lebih lengkapnya dapat dibaca di buku Politik Islam Hindia Belanda karya Dr. Aqib Suminto, (Jakarta: LP3ES, 1985).

Kartini mulai menjumpai titik terang atas agama yang diyakininya saat ia menghadiri pengajian pada tahun 1901 di rumah pamannya, Pangeran Ario Hadiningrat Bupati Demak. Disana ia bertemu dengan Kiai Sholeh Darat yang memberikan kajian tafsir surah Al-fatihah. Kartini sungguh sangat tertarik dengan Kiai Sholeh Darat dan kajian yang disampaikannya. Bahkan setelah pengajian ia meminta pamannya untuk menemaninya menemui Kiai Sholeh Darat.

Kartini menyampaikan rasa takjubnya atas tafsiran Al-fatihah dan bertanya mengapa Al-Qur'an tidak boleh ditafsirkan padahal Al-Qur'an adalah bimbingan hidup Bahagia dan Sejahtera bagi manusia. Perkataan Kartini membuat Kiai Sholeh Darat tertegun, dan beliau bertekad untuk menerjemahkan Al-Qur'an kedalam Bahasa Jawa. Namun baru tercapai 13 Juz tafsiran tersebut, Kiai Sholeh Darat sudah lebih dulu dipanggil ke Rahmatullah. Kitab tafsir pertama di Jawa ini dinamakan Faidlur Rahman, yang kemudian dihadiahkan untuk pernikahan Kartini.

Dalam pencariannya atas agama Islam, Kartini menemukan bahwa dalam agama, laki-laki dan Perempuan memiliki kedudukan yang sama, tidak ada pengunggulan atas satu dan perendahan atas yang lain. Hal tersebut sesuai dengan pemikirannya. Kartini juga menyetujui bahwa dalam agama, menuntut ilmu adalah hak dan kewajiban bagi setiap manusia. Kartini hanya tidak menyetujui poligami, tetapi ia tidak membenci Islam dan tetap memegang teguh ajarannya.

Kartini semakin mengenal Islam dan Al-Qur'an, dalam sebuah suratnya ia menuliskan tekadnya yang mulia, "Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yg selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama yang disukai." (Kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902). Yang menakjubkan lagi, ia menuliskan: "Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah."(Kepada Ny. Abendanon, 1 Agustus 1903)

Tercerahinya pandangan Kartini akan agama Islam menghasilkan energi pembangun dalam diri Kartini, bermula dari pertemuannya dengan Kiai Sholeh Darat, dilanjut dengan usahanya yang seksama mendalami agama Islam tahap demi tahap. Kiprah juangnya mengangkat hak Wanita sama dengan ia menegakkan ajaran agama Islam yang dipelajarinya. Maka Agama menjadi ruh dalam perjuangannya.

Sebuah Keselarasan

Pada mulanya latar belakang Kartini memperjuangkan hak wanita adalah karena ia menyaksikan kesengsaraan wanita pribumi dalam kungkungan adat dan kebodohan. Semangat juangnya kian membara didukung dengan pengaruh rekan-rekan Eropa nya yang membawa ideologi feminisme (ideologi yang memperjuangkan kesetaraan gender dan hak Perempuan). 

Rupanya persoalan wanita pribumi kala itu tidak terlepas dari pengaruh agama Islam yang belum dipelajari dengan benar. Kemudian berangkat dari pertemuannya dengan Kiai Sholeh Darat, Kartini mulai mempelajari Agama Islam dengan benar, ia menemukan keselarasan pemikirannya dengan ajaran agama, seolah ajaran agama Islam memperkuat pendapatnya tentang kesamaan hak wanita dan pria khususnya dalam menuntut ilmu.

Dapat ditarik Kesimpulan bahwa ajaran Agama Islam menjadi bandul perjuangan untuk kebebasan kaum Wanita, sebagaimana praktik Kartini dalam memperjuangkan hak wanita yang berlandaskan agama Islam. Dan juga sesuai dengan teori Teologi Pembebasan yakni upaya untuk mengaplikasikan ajaran agama pada masalah konkret di lingkungan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun