Mohon tunggu...
Khalis Uddin
Khalis Uddin Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pria dari dataran tinggi gayo, pedalaman aceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jokowi dan Gayo, Cinta Bertepuk Sebelah Tangan?

9 Mei 2017   15:41 Diperbarui: 9 Mei 2017   15:54 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bapak, ibu dan saudara-saudara sekalian. Kenapa ini saya pakai terus? Biar rasanya sampai ke dalam bahwa saya ini orang Gayo, orang Aceh. Ini kampung halaman saya yang kedua,” kata Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat memulai pidatonya saat meresmikan beroperasinya Bandar Udara (Bandara) kelas III Rembele Takengon (TXE) di Bener Meriah, Rabu 2 Maret 2016 silam. (baca : Pidato Joko Widodo saat Resmikan Bandar Udara Rembele).

Tidak terbetik nuansa politis menyenangkan hati para undangan dan masyarakat yang hadir di tempat tersebut. Ada nada tulus kecintaannya kepada Tanoh Gayo. Ekspresi Jokowi terlihat sangat bersahaja sambil memegang kain kebesaran rakyat Gayo Opoh Ulen-Ulen Kerawang Gayo yang dikenakan saat turun dari pesawat. (lihat foto-red).

Sebagai kampung halaman, seyogyanya Tanoh Gayo dan Aceh, khususnya Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah mendapat perhatian spesial dari pribadi Jokowi atau jajaran Pemerintah RI. Namun nyatanya seperti tidak, pasti ada yang salah, tapi dimananya, apanya, kenapa, bagaimana, siapa?.

Pernyataan melambungkan Gayo setinggi langit kembali terjadi saat membuka Pekan Nasional Petani Nelayan ke-15 Tahun 2017 di Stadion Harapan Bangsa, Gampong Lhong Raya, Banda Aceh, Provinsi Aceh, Sabtu (6/5/2017).

Dihadapan tidak kurang dari 38 ribu tamu dan undangan dari seluruh Indonesia, dari kalangan petani, Bupati, Gubernur, tamu asing hingga Menteri, Presiden menceritakan pengalamannya saat dia tinggal di Gayo – Aceh dimana hampir setiap pagi menikmati kopi Gayo. Dia tidak latah menyebut kopi Aceh tentu karena tau persis asbabun nya. Kopi Gayo sudah mendapatkan perlindungan hukum Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI.

“Kopi Gayo enak sekali,” ucap Presiden dengan menimpali harga kopi semakin meningkat dari waktu ke waktu. Namun dia menyayangkan kuantitas produksi masih rendah. (baca : Jokowi : Kopi Gayo Enak Sekali)

Tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut, Jokowi menurut para sahabatnya semasa di PT. KKA sering ngopi, namun bukan pecandu kopi. Dia suka cara Urang Gayo mengistimewakan tamu dengan menawarkan ngopi mulo, mangan mulo yang berarti ngopi dulu, makan dulu. (baca selengkapnya di buku Jejak Jokowi di Gayo yang akan segera beredar). 

Pernyataan Jokowi tentang Kopi Gayo ini adalah sinyal bermuatan promosi dan perintah, namun sepertinya  kita gagal memahami kalimat mantan manajer tim sepak bola dan gerak jalan PT. KKA itu. Walau sejauh ini sudah banyak upaya pemerintahan di Gayo untuk meningkatkan produksi kopi, namun kuantitas produksi dinilai masih rendah, berkisar di 750 kilogram per hektar per tahun. (baca : Jokowi Sentil Rendahnya Produksi Kopi Arabika Gayo)

Seorang Presiden tentu tidak bicara sembarangan, Jokowi pasti punya data akurat sehingga menyentil persoalan ini. Dia gemas karena “Kampung Keduanya” belum b"Ayo Kerja" maksimal menyelaraskan diridengan konsep Nawacita yang digulirkan dalam pemerintahannya.

Jangankan program berat yang visioner jauh kedepan, ide sederhana sekalipun tidak mencuat sebagai wujud penghargaan dan kebanggaan terhadap Jokowi semisal penamaan sarana publik yang ditabalkan dengan Jokowi. Bahkan mengubah penamaan gang sempit pun tidak terpikirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun