4. Digitalisasi dan Teknologi: Pesatnya perkembangan teknologi seperti supervisory technology dan digitalisasi layanan keuangan menuntut OJK untuk meningkatkan kapabilitas pengawasan. Ini diperlukan untuk memastikan bahwa risiko kredit macet dari pinjaman berbasis teknologi dapat dikelola dengan baik.
5. Keberlanjutan dan Perubahan Iklim: OJK mendorong perbankan untuk menerapkan prinsip keberlanjutan, seperti pengurangan emisi karbon. Namun, transisi ini memerlukan investasi besar yang berpotensi membebani lembaga keuangan, terutama pada sektor-sektor yang rentan terhadap kredit macet
6. Kendala Operasional pada Kredit Mikro: Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) pada kredit mikro dan ultra mikro masih tinggi karena tingginya biaya penyaluran dan pengawasan. Hal ini meningkatkan risiko nonperforming loans (NPL) pada sektor ini.
Untuk mengatasi tantangan ini, OJK telah memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit hingga 2024 dan memperkuat tata kelola perbankan melalui regulasi serta pengawasan berbasis teknologi.
Strategi ini diharapkan mampu menekan tingkat kredit macet sekaligus menjaga stabilitas sektor keuangan di Indonesia.
Saran Ahli Terkait Kredit Macet di Indonesia.
Kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) menjadi perhatian serius dalam sistem perbankan Indonesia. Para ahli dari berbagai bidang memberikan beberapa saran strategis untuk mengatasi permasalahan kredit macet ini. Berikut adalah sarannya:
1. Penguatan Analisis Risiko Kredit Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae: Salah satu penyebab utama kredit macet adalah lemahnya analisis risiko dalam proses penyaluran kredit. Dan menekankan pentingnya penerapan teknologi analisis data untuk mengevaluasi kelayakan kredit. Dengan sistem ini, bank dapat memperoleh data yang lebih akurat mengenai kapasitas dan rekam jejak debitur sebelum pemberian pinjaman.
2. Restrukturisasi Kredit yang Tepat Sasaran dari Dr. Mirza Adityaswara: mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, menyoroti pentingnya kebijakan restrukturisasi kredit bagi sektor-sektor terdampak, seperti UMKM dan industri manufaktur. Restrukturisasi perlu dilakukan dengan penyesuaian tenor pembayaran, penurunan suku bunga, atau pemberian masa tenggang yang realistis untuk membantu debitur bangkit kembali.
3. Digitalisasi Proses Kredit dari Faisal Rachman: Ekonom Bank Mandiri, menekankan bahwa digitalisasi layanan keuangan dapat membantu menurunkan risiko kredit macet. Platform berbasis digital mampu memonitor pembayaran debitur secara real-time dan mendeteksi potensi gagal bayar lebih dini. Selain itu, fintech juga berperan penting dalam memberikan alternatif pendanaan dengan suku bunga yang lebih kompetitif.
4. Mendorong Penegakan Prinsip Prudensial dari Prof. Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK: menggaris bawahi bahwa bank harus meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip kehati-hatian (prudensial). Setiap pemberian kredit harus melalui proses due diligence yang komprehensif. Hal ini termasuk evaluasi aset yang dijadikan jaminan serta diversifikasi portofolio kredit untuk menghindari penumpukan risiko pada satu sector.